DATU DAN WALI

=============================================================================================

Mari kita dukung pelestarian khazanah cerita rakyat Daerah Kalimantan Selatan seperti Maharaja sukarama dan raja-raja dari kerajaan negara daha, perebutan tahta pangeran samudera dengan pangeran tumenggung, legenda raja gubang, datu panglima amandit, datung suhit dan datuk makandang, datu singa mas, datu kurba, datu ramanggala di ida manggala, datu rampai dan datu parang di baru sungai raya, datu ulin dan asal mula kampung ulin, datu sangka di papagaran, datu saharaf parincahan, datu putih dan datu karamuji di banyu barau, legenda batu laki dan batu bini di padang batung, legenda gunung batu bangkai loksado, datu suriang pati di gambah dalam, legenda datu ayuh sindayuhan dan datu intingan bambang basiwara di loksado, kisah datu ning bulang di hantarukung, datu durabu di kalumpang, datu baritu taun dan datu patinggi di telaga langsat, legenda batu manggu masak mandin tangkaramin di malinau, kisah telaga bidadari datu awang sukma di hamalau, kisah gunung kasiangan di simpur, kisah datu kandangan dan datu kartamina, datu hamawang dan datu kurungan serta sejarah mesjid quba, tumenggung antaludin dan tumenggung mat lima mempertahankan benteng gunung madang, panglima bukhari dan perang hamuk hantarukung di simpur, datu naga ningkurungan luk sinaga di lukloa, datu singa karsa dan datu ali ahmad di pandai, datu buasan dan datu singa jaya di hampa raya, datu haji muhammad rais di bamban, datu janggar di malutu, datu bagut di hariang, sejarah mesjid ba angkat di wasah, dakwah penyebaran agama islam datu taniran di angkinang, datu balimau di kalumpang, datu daha, datu kubah dingin, makam habib husin di tengah pasar kandangan, kubur habib ibrahim nagara dan kubah habib abu bakar lumpangi, kubur enam orang pahlawan di taal, makam keramat bagandi, kuburan tumpang talu di parincahan, pertempuran garis demarkasi dan kubur Brigjen H.M. Yusi di karang jawa, pahlawan wanita aluh idut di tinggiran, panglima dambung di padang batung, gerombolan Ibnu hajar, sampai cerita tentang perang kemerdekaan Divisi IV ALRI yang dipimpin Brigjen H. Hasan Baseri dan pembacaan teks proklamasinya di Kandangan. Semuanya adalah salah satu aset budaya dan sejarah bagi Kalimantan Selatan.

Minggu, 27 Januari 2013

KISAH BATU KAPIT DOSA

Konon, dahulu, daerah sekitarnya berupa sungai, seluas mata memandang, yang tampak air semata. Mirip cerita si Malin Kundang, sang anak durhaka, Tangkiling pun, dikutuk karena kedurhakaannya. Berubahlah sungai tempatnya berlayar menjadi daratan dan perbukitan. Sedang perahu dan seluruh barang bawaannya, berubah menjadi batu-batuan yang besarnya sebesar rumah-rumahan.
Tangkiling sendiri, karena dosa-dosa yang disandangnya, harus rela terjepit diantara biliknya, sekarang dikenal dengan batu pengapit dosa. Memang, batu kapit dosa, dipercaya, berasal dari bilik Tangkiling yang turut diterbangkan angin dan kemudian berubah membatu seperti benda lainnya.
"Bila orang bersangkutan ada dosa, maka tidak bisa melewati antara dua batu itu, terjepit," ungkap Aisyah-sebut saja begitu namanya- seorang penduduk Kelurahan Tangkiling yang kerap mendaki bukit bersama keluarganya. Dia mengaku, apa yang barusan dipaparkannya, berdasar kepercayaan yang mereka terima turun temurun.
Dulu pun, menurutnya, ada semacam upacara penghormatan atau ritual yang dilakukan dekat batu itu, fungsinya meminta pengampunan atas dosa yang telah dilakukan. Sesaji turut dihadirkan, terhampar bermacam kue tradisional dan kemenyan yang menyengat hidung.
"Kita baca doa sesuai agama kepercayaan yang kita anut," imbuhnya.
Apakah sudah ada yang terjepit disana? Sambil tertawa, dikatakannya, sepengetahuan dia, memang belum pernah terjadi, kecuali karma yang menimpa Tangkiling, hingga terjepit diantara dua batu itu.
"Mungkin, karena zamannya sudah berubah, kekuatan itu tidak pernah dinampakkan lagi," tukasnya. Meski begitu, menurutnya, kepercayaan akan kekuatan magis batu itu, masih beredar dan dipercaya masyarakat. Nyatanya, beberapa kecelakaan, pernah terjadi di seputar bukit Tangkiling.
Mengenai kepercayaan ini, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi kalteng Drs H Nawawi Mahmuda, menilai, itu hanyalah fenomena atau peristiwa alam belaka. Dan, tidak ada keterkaitannya dengan kekuatan magis atau supranatural.
"Artinya memang murni fenomena alam, tidak ada kaitannya dengan kekuatan magis atau supranatural," tegasnya.
Kepercayaan ini dibuktikan sekelompok pelajar dari sebuah SMU di Palangkaraya. Mereka menghabiskan akhir pekannya mendaki bukit, mau tidak mau, mereka harus memiringkan tubuhnya agar tidak terjepit di antara dua batu itu. Hasilnya? Mereka sampai ke puncak dan kembali lagi dengan selamat.
Dilihat dari jarak antara kedua batu yang berkisar 15 sentimeteran, terletak di punggung bukit, memang agak sulit untuk melewatinya, harus memiringkan tubuh. Di bawah batu sendiri, ternyata ada rongga atau ruang kosong, sehingga bila kita melangkah diatasnya, terasa ada suara langkah, bergema.
Kiri kanan, jalan yang dilewati, bukanlah dataran, tapi jurang yang menganga cukup dalam. Jadi, kehati-hatian adalah modal yang harus dimiliki.
"Kalau menengok ke bawah, hati rasanya rawan," imbuh Aisyah yang memiliki warung teh di Pelabuhan Tangkiling.
Sedang Juhran mantan pegawai Komunikasi Radio di Kelurahan Banturung, menuturkan, di Bukit Tangkiling terdapat bermacam-macam batu, batu pengapit dosa hanyalah salah satunya. Disebutnya pula, batu banama, batu cincin dan batu kawah yang terletak di puncak bukit.
Batu kawah, dipercaya sebagai jelmaan perahu Tangkiling yang karam, kemudian membatu. Batu kawah, oleh masyarakat sekitar dikenal pula dengan sebutan batu rinjing, karena bentuknya yang menyerupai rinjing atau wajan.
"Waktu masih bertugas, saya tiap hari naik bukit. Karena di atas bukitlah tempat paling efektif menyampaikan dan menerima informasi, suaranya terdengar lebih jelas," paparnya.
Kelabang Raksasa
Kepercayaan masyarakat lagi, menurut penuturan Aisyah, di sekitar batu kapit dosa, bermukim seekor kelabang raksasa, berukuran sebesar batang pohon kelapa.
"Bahkan, selain batu kapit dosa, disana ada juga halilipan (kelabang-red) sebesar batang nyiur (kelapa-red)," ujarnya yang berasal dari hulu Sungai Barito ini. Namun, sama halnya dengan batu kapit dosa, kelabang raksasa ini tidak pernah lagi menampakkan dirinya, raib seperti di telan bumi.
"Masa yang sudah berubah, membuat mereka tidak pernah lagi menampakkan diri," ungkapnya beralasan.
Persis seperti penuturan Aisyah, setiba kembali di base camp, dalam guyuran hujan lebat, sekelompok anak sekolahan tadi dikejutkan jeritan salah seorang temannya. Sontak, orang-orang yang berada di situ terkesiap, ternyata cowok ABG itu digigit kelabang sebesar jempol tangan.
Memang, kelabang termasuk binatang merayap yang memiliki bisa (racun). Racunnya bisa menyebabkan badan meriang, berkepanjangan.
"Jangan-jangan, kelabang ini, cucunya kelabang raksasa yang pernah diceritakan itu, lepas dari jepitan batu pengapit dosa, eh, malah digigit cucunya kelabang raksasa," celetuk mereka bersahutan.......

KISAH RAJA-RAJA BANJAR

Kemunculan Kerajaan Banjar tidak lepas dari melemahnya pengaruh Negara Daha (tepatnya didaerah Kandangan) sebagai kerajaan yang berkuasa saat itu. Tepatnya pada saat Raden Sukarama memerintah Negara Daha, menjelang akhir kekuasaannya dia mewasiatkan tahta kekuasaan Negara Daha kepada cucunya yang bernama Raden Samudera. Akan tetapi, wasiat tersebut ditentang oleh ketiga anak Raden Sukarama yaitu Mangkubumi, Tumenggung dan Bagulung. Setelah Raden Sukarama wafat, Pangeran Tumenggung merebut kekuasaaan dari pewaris yang sah yaitu Raden samudera dan merebut tahta kekuasaan Negara Daha.

Raden Samudera sebagai pihak yang kalah melarikan diri dan bersembunyi di daerah hilir sungai Barito. Dia dilindungi oleh kelompok orang melayu yang menempati wilayah itu. Kampung orang melayu itu disebut kampung oloh masih yang artinya kampung orang melayu pimpinan Pati Masih. Lama kelamaan kampung ini berkembang menjadi kota Banjarmasih karena ramainya perdagangan di tempat ini dan banyaknya pedagang yang menetap. Dalam pelarian politiknya, raden Samudera melihat potensi Banjarmasih dengan sumber daya manusianya dapat dijadikan kekuatan potensial untuk melawan kekuatan pusat, yaitu Negara Daha. Kekuatan Banjarmasih untuk melakukan perlawaann terhadap Negara Daha akhirnya mendapat pengakuan formal setelah komunitas melayu mengangkat Raden Samudera sebagai kepala Negara.

Pengangkatan ini menjadi titik balik perjuangan Raden Samudera. Terbentuknya kekuatan politik baru di banjarmasih, sebagai kekuatan politik tandingan bagi Negara Daha ini menjadi media politik bagi Raden Samudera dalam usahanya memperoleh haknya sebagai Raja di Negara Daha, sedangkan bagi orang Melayu merupakan media mereka untuk tidak lagi membayar pajak kepada Negara Daha

Setelah menjadi Raja di Banjarmasih, Raden Samudera dianjurkan oleh Patih Masih untuk meminta bantuan Kerajaan Demak. Permintaan bantuan dari Raden Samudera diterima oleh Sultan Demak, dengan syarat Raden Samudera beserta pengikutnya harus memeluk agama Islam. Syarat tersebut disanggupi Raden Samudera dan Sultan Demak mengirimkan kontingennya yang dipimpin oleh Khatib Dayan. Setibanya di Banjarmasih, kontingen Demak bergabung dengan pasukan dari Banjarmasih untuk melakukan penyerangan ke Negara Daha di hulu sungai Barito. Setibanya di daerah yang bernama Sanghiang Gantung, pasukan Bandarmasih dan Kontingen Demak bertemu dengan Pasukan Negara daha dan pertempuran pun terjadi. Pertempuran ini berakhir dengan suatu mufakat yang isinya adalah duel antara Raden Samudera dengan Pangeran Tumenggung. Dalam duel itu, Raden Samudera tampil sebagai pemenang dan pertempuran pun berakhir dengan kemenangan Banjarmasih.

Setelah kemenangan dalam pertempuran, Raden Samudera memindahkan Rakyat Negara Daha ke Banjarmasih dan Raden Samudera dikukuhkan sebagai Kepala negaranya. Pembauran penduduk Banjarmasih yang terdiri dari rakyat Negara Daha, Melayu, Dayak dan orang jawa (kontingen dari Demak) menggambarkan bersatunya masyarakat di bawah pemerintahan Raden Samudera. Pengumpulan penduduk di banjarmasih menyebabkan daerah ini menjadi ramai, ditambah letaknya pada pertemuan sungai Barito dan sungai Martapura menyebabkan lalu lintas menjadi ramai dan terbentuknya hubungan perdagangan. Raden Samudera akhirnya menjadikan Islam sebagai agama negara dan rakyatnya memeluk agama Islam. Gelar yang dipergunakan oleh Raden Samudera sejak saat itu berubah menjadi Sultan Suriansyah. Kerajaan Banjar pertama kali dipimpin oleh Sultan Suriansyah ini.

Gambar : Mesjid yang didirikan Sultan Suriansyah di Kuin

WILAYAH KERAJAAN BANJAR
Kerajaan Banjar semakin berkembang dan lama kelamaan luas wilayahnya semakin bertambah. Kerajaan ini pada masa jayanya membentang dari banjarmasin sebagai ibukota pertama, dan martapura sebagai ibukota pengganti setelah banjarmasin direbut Belanda, daerah Tanah laut, Margasari, Amandit, Alai, Marabahan, Banua lima yang terdiri dari Nagara, Alabio, Sungai Banar, Amuntai dan Kalua serta daerah hulu sungai barito. Kerajaan semakin diperluas ke tanah bumbu, Pulau Laut, Pasir, Berau dan kutai di panati timur. Kotawaringin, Landak, Sukadana dan sambas di sebelah barat. Semua wilayah tersebut adalah Wilayah Kerajaan Banjar (yang apabila dilihat dari peta zaman sekarang, Kerajaan Banjar menguasai hampir seluruh wilayah kalimantan di 4 provinsi yang ada). Semua wilayah tersebut membayar pajak dan upeti. Semua daerah tersebut tidak pernah tunduk karena ditaklukkan,tetapi karena mereka mengakui berada di bawah Kerajaan Banjar, kecuali daerah pasir yang ditaklukkan pada tahun 1663
Kerajaan Banjar yang berdiri pada 24 september 1526 sampai berakhirnya perang Banjar yang merupakan keruntuhan kerajaan Banjar memiliki 19 orang raja yang pernah berkuasa. Sultan pertama kerajaan Banjar adalah Sultan Suriansyah (1526 - 1545), beliau adalah raja pertama yang memeluk Agama Islam. Raja terakhir adalah Sultan Mohammad Seman (1862 - 1905), yang meninggal pada saat melakukan pertempuran dengan belanda di puruk cahu.

Sultan Suriansyah sebagai Raja pertama mejadikan Kuin Utara sebagai pusat pemerintahan dan pusat perdagangan Kerajaan Banjar. Sedangkan Sultan Mohammad Seman berkeraton di daerah manawing - puruk cahu sebagai pusat pemerintahan pelariansenyumkenyit

Berikut adalah rincian Raja-raja Kerajaan Banjar sejak berdirinya kerajaan hingga runtuhnya kerajaan itu :
1526 - 1545 :
Pangeran Samudra yang kemudian bergelar Sultan Suriansyah, Raja pertama yang memeluk Islam
1545 - 1570 :
Sultan Rahmatullah
1570 - 1595 :
Sultan Hidayatullah
1595 - 1620 :
Sultan Mustain Billah, Marhum Penambahan yang dikenal sebagai Pangeran Kecil. Sultan inilah yang memindahkan Keraton Ke Kayutangi, Martapura, karena keraton di Kuin yang hancur diserang Belanda pada Tahun 1612
1620 - 1637 :
Ratu Agung bin Marhum Penembahan yang bergelar Sultan Inayatullah
1637 - 1642 :
Ratu Anum bergelar Sultan Saidullah
1642 - 1660 :
Adipati Halid memegang jabatan sebagai Wali Sultan, karena anak Sultan Saidullah, Amirullah Bagus Kesuma belum dewasa
1660 - 1663 :
Amirullah Bagus Kesuma memegang kekuasaan hingga 1663, kemudian Pangeran Adipati Anum (Pangeran Suriansyah) merebut kekuasaan dan memindahkan kekuasaan ke Banjarmasin=
1663 - 1679 :
Pangeran Adipati Anum setelah merebut kekuasaan memindahkan pusat pemerintahan Ke Banjarmasin bergelar Sultan Agung
1679 - 1700 :
Sultan Tahlilullah berkuasa
1700 - 1734 :
Sultan Tahmidullah bergelar Sultan Kuning
1734 - 1759 :
Pangeran Tamjid bin Sultan Agung, yang bergelar Sultan Tamjidillah
1759 - 1761 :
Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah
1761 - 1801 :
Pangeran Nata Dilaga sebagai wali putera Sultan Muhammad Aliuddin yang belum dewasa tetapi memegang pemerintahan dan bergelar Sultan Tahmidullah
1801 - 1825 :
Sultan Suleman Al Mutamidullah bin Sultan Tahmidullah
1825 - 1857 :
Sultan Adam Al Wasik Billah bin Sultan Suleman
1857 - 1859 :
Pangeran Tamjidillah
1859 - 1862 :
Pangeran Antasari yang bergelar Panembahan Amir Oeddin Khalifatul Mu'mina
1862 - 1905 :
Sultan Muhammad Seman yang merupakan Raja terakhir dari Kerajaan Banjar

Setelah dikalahkannya Sultan Muhammad Seman oleh Belanda pada tahun 1905, praktis seluruh wilayah Kerajaan banjar jatuh ke tangan Belanda dan Kerajaan Banjar runtuh. Akan tetapi semangat yang dikobarkan pejuang perang Banjar melalui sumpah perjuangan "haram manyarah waja sampai kaputing" benar-benar memberikan semangat untuk mempertahankan Kerajaan Banjar. Walaupun akhirnya jatuh ke tangan belanda juga, kita mesti menghargai perjuangan para pejuang yang telah mengorbankan segalanya untuk mempertahankan Kerajaan Banjar. Kota Banjarmasin yang sekarang adalah bukti sejarah hasil perjuangan Sultan Suriansyah dan pengikutnya

KISAH DATU KURBA

ZAMAN DULU SEKITAR TAHUN 1870 ADA DUA JALAN MENUJU DAERAH HILIR ( BANJAR MUARA /KUALA ) ATAU BANJARMASIN SEKARANG ,JALAN ATAS DAN JALAN BAWAH, JALAN ATAS MELALUI DAERAH PEGUNUNGAN MERATUS DAN JALAN BAWAH MELALUI DARATAN RENDAH ATAU MELALUI DAERAH PINGGIRAN SUNGAI.DARI SALAH SATU DARI JULAN ITULAH MASYARAKAT HULU MENUJU DAERAH HILIR.

PADA  MASA ITU PUSAT PENDIDIKAN ISLAM BERDA DI DAERAH BANJAR  MUARA/KUALA TEPATNYA DIDERAH DALAM PAGAR MARTAPURA,.DISINILAH BANYAK PARA SANTRI DAERAH BERBAGAI DAERAH HULU MENUNTUT ILMU AGAMA

JALAN BAWAH ADALAH JALAN YANG LEBIH AMAN DIBANDING JALAN ATAS YANG MELEWATI DAERAH PEGUNUNGAN ,KARENA ITULAH JALAN BAWAH SANGAT RAMAI DI LALUI ORANG DARI DAERAH HULU  ( BANJAR HULU / UDIK ATAU BANUA LIMA ) ,BAIK MELAKUKAN PERDAGANGAN ATAUPUN UNTUK PERGI MENUNTUT ILMU AGAMA ISLAM KEDALAM PAGAR

PADA MASA ITU ADA SEORANG SANTRI DARI NEGARA YANG SUKA MENUNTUT ILMU  SUKA MELALUKAN ZIARAH KEPADA ORANG MULIA DAN SUKA MELAKUKAN PERJALANAN SERTA SAMBIL BERUSAHA UNTUK MENJUAL BATU PERMATA DEMARGA  SANTRI TERSEBUT BERSAHABAT DENGAN DATU SANGGUL DAN DENGAN MAKHLUK GHAIB SEEKOR TADUNG  ( ULAR BESAR ) .DIALAH YANG DINAMAKAN DENGAN GELAR DATU KURBA.

DATU KURBA MEMPUNYAI SAUDARA 7 ORANG SALAH SEORANG SAUDARA BELIAU MELAKUKAN IBADAH HAJI KE MEKKAH ,SEPULANG DARI MELAKUKAN IBADAH HAJI  DALAM PERJALANAN PULANG DITENGAH LAUT SAUDARA DATU KURBA TERSEBUT MENDERITA SAKIT DAN MENGINGINKAN NYIUR ANUM ( KELAPA MUDA )  KEMUDIAN KAPAL TERSEBUT MERAPAT DIDAERAH ADEN, YAMAN.TERNYATA DIDAERAH PANTAI TERSEBUT ADA SEORANG MEMBAWA BUTAH YANG BERISI NYIUR ANUM SEPERTI YANG DIKEHENDAKI SAUDARA DATU KURBA TERSEBUT, KETUJUH SAUDARA DATU KURBA SETELAH MENINGGALNYA MASING-MASING MEMPUNYAI KAROMAH.

KETIKA ITU PERAMPOKAN YANG DILAKUKAN OLEH ORANG MANYAN SANGAT MERAJALELA ,PERAMPOKAN ITU DILAKUKAN DENGAN MELAKUKAN PENGHADANGAN DIDAERAH JALAN BAWAH ,JALAN YANG SANGAT SERING DILALUI OLEH PARA PEDAGANG MAUPUN PARA SANTRI .SATU KETIKA MEREKA MELAKUKAN PENGHADANGAN DIDAERAH SUNGAI PARING DALAM DAN BERTEPATAN PADA SAAT ITU DATU KURBA TENGAH MELEWATI JALAN TERSEBUT UNTUK MELAKUKAN KEBIASAAN BELIAU .DISAAT ITU ORANG MANYAN MELAKUKAN PERAMPOKAN TERHADAP DATU KURBA .NAMUN ORANG-ORANG MANYAN TERSEBUT TIDAK LAH MUDAH DAPAT MENGALAH KAN DATU KURBA YANG MERUPAKAN SEORANG SANTRI ,TETAPI KARENA KEGANASAN ORANG-ORANG MANYAN DAN KARENA TIDAK BERIMBANG DAPATLAH DATU KURBA MEREKA KALAHKAN .DAN DENGAN KEJAMNYA MEREKA MEMISAH KEPALA DATU KURBA DARI TUBUH DAN MERAMPAS HABIS SEGALA HARTA MILIK DATU KURBA

DALAM KEADAAN KEPALA TERPISAH DARI TUBUH ITULAH DATANG SAHABAT BELIAU YAITU TADUNG.KEPALA DATU KURBA YANG TERPOTONG ITU DIBAWA OLEH TADUNG TERSEBUT DIBAWA KE DAERAH NEGARA UNTUK DIBERITAHUKAN KEPADFA KELUARGA BELIAU .BERITA TERSEBUT DIBAWA OLEH TADUNG TERSEBUT KEPALA KELUARGA BELIAU DI SUNGAI MANDALA DAN BARUH KAMBANG,KELUARGA DATU KURBA INGIN MENGAMBIL KEPALA DATU KURBA TERSEBUT,NAMUN KEPAL TERSEBUT TIDAK DILEPASKAN TADUNG,KEMUDIAN TADUNG TERSEBUT BERLALU DARI KELUARGA DATU KURBA ,PERJALANAN TADUNG TERSEBUT DIIKUTI OLEH SEBAGIAN KELUARGA DATU KURBA DAN SAMPAILAH MEREKA DITEMPAT DIMANA DITEMUKAN TUBUH DATU KURBA YANG SUDAH TIDAK BERKEPALA LAGI ,SETELAH DITEMUKAN MAKA DILAKUKAN LAH UPACARA PENGUBURAN SESUAI DENGAN AJARAN AGAMA ISLAM

SAMPAI  SEKARANG MAQAM DATU KURBA SERING DIZIARAHI ORANG, TERUTAMA SEKALI OLEH KELUARGA.DAN ORANG YANG SERING MENJIARAHI DAN ATAS PERANTARA DATU KURBA  HAJATNTA SERING DIKABUL KAN OLEH ALLAH DAN DI MAQAM BELIAU SERING TERLIHAR TADUNG SAHABAT DATU KURBA TERSEBUT, MAQAM DATU KURBA KURBA SAMPAI SEKARNG TIDAK PERNAH DIBUATKAN KUBAH  SEBAB APABILA DIBUAT KAN KUBAH ,MAKA KUBAH TERSEBUT AKAN RUNTUH DENGAN SENDIRINYA.

MENURUT SALAH SEORANG DARI DATU KURBA APALABILA MQAM BELIAU LAMA TIDAK DIZIARAHI DAN TIDAK DIBERSIHKAN OLEH KELUARGA BELIAU  MAKA SERING TERLIHAT ULAR BESAR DIRUMAH-RUMAH KELUARGA BELIAU TERSEBUT, HAL INI SEBAGAI ISYARAT AGAR KELUARGA MENZIARAHI DAN MEMBERSIHKAN MAQAM BELIAU......

KISAH RAJA GUBANG

Pada suatu kurun waktu dizaman dahulu, disuatu tempat didaerah aliran sungai Amandit di Kalimantan Selatan, terdapatlah sebuah kerajaan. Riwayat kerajaan ini hanyalah terceriterakan sambung bersambung dari mulut kemulut, karena pada suatu ketika terjadi sbuah kebakaran besar yang selain menghabiskan seluruh keraton dan isinya, juga rumah lembaga-lembaga kerajaan lainnya. Termasuk diantara yang terbakar itu adalah gedung hikayat dan sejarah yang menyimpan segala catatan-catatan mengenai kerajaan.

Orangpun lama kelamaan lupa silsilah nama raja-raja yang pernah memerintah disitu. Bahkan pada akhirnya orang juga lupa akan nama kerajaan itu sendiri. Dalam ceritera ini, biarlah untuk mudahnya kita namakan kerajaan itu sebagai kerajaan Hulu Amandit.

Dalam kurun waktu akhir-akhir dari keberadaan kerajaan itu, kerajaan Hulu Amandit diperintah oleh seorang baginda tua, yang diingat orang sudah puluhan tahun memerintah, dari usia muda hingga keusia beliau yang hamper 80 tahun. Dibawah pemerintahan beliau, negeri aman, makmur, tenteram dan sejahtera, tidak pernah kekurangan sesuatupun. Beliau berputera 2 orang, seorang pangeran putera mahkota dan seorang puteri.

Sebagai seorang raja yang berfikiran maju dan bersifat bijaksana, baginda memberikan pendidikan yang sangat cukup bagi putera mahkota dan sang puteri. Keduanya mendapatkan pendidikan dan latihan yang sangat cukup bagi sorang pangeran dan seorang puteri raja. Bahkan putera mahkota dikirim berguru, tidak hanya ke Negara tetangga seperti Kerajaan Banjar dan kesultanan-kesultanan lain didaerah aliran Sungai Barito, hinga yang dipesisir pulau Jawa seperti Gresik, Demak, Cirebon dan Banten, namun juga hingga ke tanah Mesir dan Arab, bahkan suatu waktu ke negeri Cina.

Maka menjadiliah putera mahkota seorang pangeran yang sangat pandai dan piawai didalam berbagai ilmu. Namun bagai kata pepatah: tak ada gading yang tak retak, ada satu cacat sifat pada sang putera mahkota yang sangat menonjol yang sangat merisaukan fikiran baginda raja.

Baginda sering termenung, merenung sendiri; “ Kita semua insan Tuhan memang harus ada keras kepalanya, namun itu sebaiknya hanya untuk mempertahankan yang benar, sampai sebatas keras hati atau kemauan untuk mencapai sesuatu yang baik”.
“Na’udzubillah, alangkah keras kepalanya anakku ini. Sekali ia berpendapat, tak seorang, bahkan aku dan ibundanya pun dapat mengubah atau melenturkan pendiriannya”.

Bagindapun sering berulang kali memikirkan, apakah sifat buruk puteranya itu berasal dari keturunan, dari baginda sendiri atau permaisuri. Namun sambil memohon ampun kehadapan Tuhan bahwa beliau harus menilai diri sendiri dengan pujian, rasa-rasanya beliau adalah seseorang yang mau saja mendengarkan dan mengikuti pendapat orang lain. Orang-orang, rakyat, seperti yang didengar baginda sendiri, selalu memuji diri baginda sebagai seorang raja yang arif dan bijkasana. Begitipun dengan permaisuri, Menurut baginda, rakyat sangatlah menghormati permaisuri sebagai seorang wanita yang lemah lembut, ramah tamah, rendah hati dan tiada banyak perkataan. Berulang kali beliau merenung sedemikian, namun selalu sampai pada kesimpulan, bahwa sifat dan sikap putera mahkota itu bukanlah diturunkan oleh nenek moyang, tetapi dari sananya, dari akunya sang anak itu sendiri. Dan terakhir biasanya baginda menghibur diri sendiri dengan kesimpulan untuk berdoa semoga sifat putera mahkota yang kurang menyenangkan, yang satu itu lambat laun akan berubah sendiri.

Adapun sifat putera mahkota yang sedemikian itu, tak pelak lagi, menimbulkan dikeraton satu lingkaran kubu antar pejabat dan kerabat bangsawan yang banyak hanya menyanjung-nyanjung serta memuja-mujinya. Perilaku sedeikian tentulah bukan tanpa maksud dan tujuan. Bangsawan-bangsawan itu hanyalah mencari keuntungan pribadi untuk mencari kedekatan dengan putera mahkota, terutama mengharapkan jabatan-jabatan penting kelak, pada saat putera mahkota menjadi raja. Jadilah orang-orang yang kurang beritikad baik itu disebut sebagai pembisik-pembisik bagi putera mahkota.

Demikianlah kerajaan itu, sebuah negeri yang berbasis agrarian, aman makmur damai sentosa dan berbahagia, diperintah dan diayomi oleh baginda tua dengan permaisuri, keduanya sangatlah arif bijksana, dicintai dan dihormati. Namun ibarat kata pepatah, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, suatu ketika, oleh karena penyakit usia tua, bagida jatuh gering dan meninggal dunia. Dengan segala kebesaranpun baginda dimakamkan.

Walau banyak cerdik pandai dan tetua-tetua negeri merasa kurang berkenan dihati, oleh karena tidak ada plihan lain, putera mahkotapun dinobatkan menjadi raja, menggantikan almarhum baginda tua. Ternyata program pertama baginda baru adalah kunjungan muhibah ke Negara-negara tetangga dan manca Negara dimasa itu. Kepada pembesar dan rakyat baginda menyatakan bahwa ini adalah perjalanan penting kerajaan untuk memperkenalkan diri.

Maka pada suatu hari, berangkatlah dari pelabuhan kerajaan Hulu Amnadit, tidak kurang dari belasan buah kapal membawa baginda dan sri ratu serta robongan pembesar, pejabat dan kerabat, orang-orang yang semua dipilih oleh baginda. Tidak dilupakan pembekalan yang cukup untuk diperjalanan serta satu kapal khusus memuat cendera mata yang akan dipersembahkan kepada raja-raja atau kepala-kepala negara yang akan dikunjungi. Juga rombongan dilengkapi dengan cukup awak dan pengawal.

Tujuan perjalanan adalah kerajaan-kerajaan disepanjang sungai Barito, kerajaan Banjar di Selatan, menyeberang laut ke kerajaan-kerajaan sepanjang pantai utara pulau Jawa, ke barat ke kesultanan di Palembang, Siak Sri Indrapura, Samdra Pasai, mengarungi lautan Hindia hingga ke Madagaskar. Pulangnya singgah di Maladewa, Sailan dan India, singgah di Siam dan Patani di Malaka, menyeberang ke Pontianak dan Mempawah, ke utara lagi lalu ke timur singgah di kesultanan Moro menyisiri pantai utaa Selebes ke kesultanan-kesultanan Halmahera, Ternate dan Tidore. Dari kepulauan Maluku ini perjalanan pulang menyinggahi kerajaan-kerajaan Gowa dan Bone, meyebeangi selat Makassar memasuki kembali sungai Barito dan Amandit.

Pada masa itu perjalanan tidaklah semahal pejalanan zaman sekarang. Kapal-kapal tidak memerlukan bahan bakar, hanya menunggu angina rahmat Illahi. Persediaan makananpun tidak terlalu banyak karena disetiap pelabuhan kerajaan yang disinggahi, kapal-kapal dibekali isi hadiah dari tuan rumah. Persediaan yang mustahak pada masa itu hanyalah juadah-juadah kering seperti amping beras dan kerak nasi kuning, wajik dan cengkaruk (sejenis penganan manis dibuat dari beras ketan yang disangrai, ditumbuk dengn gula merah dan gorengan kelapa parut), ikan asin basah dan kering untuk persediaan sewaktu-waktu.

Adapu baginda sangat bersuka cita dengan perjalanan itu. Raja-raja serta pembersar-pembesar dari kerajaan-kerajaan yang disinggahi sangatlah ramahnya berbasa basi dan beradat istiadat. Disetiap penjemputan, gerbang istana selalu digelari permadani merah dan megah, diiringi kesenian-kesenian, upacara adat dan tari-tarian. Perjamuan makan besarpun selalu digelar menghormati tetamu.

Cenderamata yang didapatpun berlimpah-limpah, dimuatkan ke kapal-kapal untuk dibawa pulang. Sebagai balasan, baginda menghadiahkan berkarung-karung akar kayu pasak bumi, khas dari pedalaman hulu Barito. Raja-raja yang menerimapun sangatlah bersuka cita karena konon katanya akar kayu pasak bumi itu air seduhannya dapat merangsang gairah para raja-raja diperaduan.

Adapun perjalanan itu lamanya tidak kurang dan tidak lebih dari empat belas bulan purnama. Sementara baginda bepergian, kerajaan dijalankan dengan aman dan tenteram oleh adinda puteri dibantu oleh pembesar-pembesar yang ditinggal. Tidaklah selama itu terjadi sesuatu kejadian yang luar biasa.

Demikianlah, berminggu-minggu hingga bahkan berbulan-bulan lamanya, baginda masih terbayang dan terngiang diliputi rasa puas dan mimpi bahagia perjalanan muhibah tadi. Hanya rakyat jelata dan tetua-tetua yang arif yang merasakan bahwa perjalanan baginda itu sama sekali tidak ada manfaatnya, terutama bagi rakyat jelata. Mereka ini terkenang kembali akan almarhum raja tua yang sepanjang hidupnya hanya pernah satu kali naik haji ke mekah dan singgah di Patani di Malaka dan Kesunanan Ampel di Surabaya. Almarhum adalah seorang pemimpin Negara yang sangat hati-hati untuk tidak membuang-buang waktu dan biaya, raja yang sangat memikirkan Negara dan rakyat.

Sekembalinya memerintah, Raja Baru Hulu Amandit tadi banyak sekali membuat peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan yang menyusahkan rakyat. Tingkah laku para pembisikpun besimaharajalela. Dan puncak daripada kemalangan kerajaan adalah ketika dibentuknya dewan menteri yang baru. Menteri-menteri yang tua yang tergolong arif dan bijaksana, yang dulu diangkat dan menjadi handalan dan kepercayaan bagi baginda tua almarhum, diberhentikan dan diganti dengan orang-orang dari lingkaran kubu pembisik dalam istana. Dengan sifat baginda yang sangat keras kepala itu, keputusan-keputusan bag inda adalah kata akhir. Walau seberapa buruk dan tidak bijaksanapun keputusan-keputusan itu dirasakan orang-orang yang arif maupun rakyat jelata. Para pejabat yang baru tinggal mengaminkan, bertepuk tangan mengia-ia kan segala keputusan raja, walau yang paling buruk atau tidak masuk akal sekalipun.

Adalah pada masa itu rakyat harus selalu menurut dan menerima. Orang tidak oleh tidak setuju dengan keputuan raja sehingga rakyat yang sedih hanya boleh menangis sendiri dan mengurut dada. Tidak pernah terlintas dibenak rakyat utnuk berunjuk rasa seperti orang dimasa kini.

Demikianlah pemerintahan kerajaan serta rakyatnya berjalan, sampai pada suatu ketika terjadi malapetaka. Dengan tidak diketahui sebab musabab dan asal muasalnya, pada suatu musim kemarau yang panjang yang diikuti oleh kekeringan yang sangat, dilereng barat pegunungan Meratus, membujur dar utara ke selatan, terjadi kebakaran hutan. Kebakaran itu mulai dan melintasi kawasan yang tidak berpenduduk sehungga orang-orang di Hulu Amandit baru tahu akan adanya, setelah api hamper mencapai gunung Madang, ujung kerajaan di Tenggara. Orang-orang sudah tidak mampu lagi memadamkannya serta merekapun sangatlah cemas. Namun untung ketika itu terjadi musim mulai berganti. Musin hujan tiba. Hujan itulah yang secara alami memadamkan kebakaran. Sebagai sisa bencana itu, hutan bekas kebakaranpun menjadi gundul.

Sebetulnya daerah Hulu Amandit tergolong dataran yang agak tinggi. Berbeda dengan negeri-negeri sepanjang hiliran sungai Barito yang rendah dan berawa, banjir hampir tak pernah terjadi. Namun setelah kebakaran besar tersebut, hutan gundulpun tidak dapat menahan dan meresapkan air. Pada suatu musim hujan yang lebat dan panjang, terjadilah banjir dinegeri Hulu Amandit. Banjir itu sedemikian besar, hingga merendam hamper seluruh kebun dan persawahan diseluruh negeri. Hama tikus dan lain-lainnya tumbuh subur dan panen pangan gagal total. Rakyatpun hidup seadanya dengan sisa-sisa pangan yang masih ada. Tetua-tetua serta orang arif dan rakyat jelata berfikir panjang, terutama untuk masa depan. Merekapun membentuk suatu perutusan menghadap raja untuk memohon demi penanggulangan musibah hingga kemasa depan, agar dicanangkan program. Pertama, rakyat memburu tikus-tikus dan istana mengganjar sejumlah hadiah untuk tiap jumlah ekor tikus yang dapat dibunuh, dan jedua, rakyat dikerahkan menanam bibit-bibit pohon di gunung Madang agar hutan tumbuh kembali sehingga air hujan dari dari hulu dan lereng pegunungan Meratus akan tersangga. Namun sedikitpun baginda tidak memperdulikan usul-usul tersebut. Dengan lagak sinis dan sombong, raja menjawab, “ Ah, tahu apa kalian, aku puny aide lebih baik.”

Tersebutlah di ibukota kerajaan ada lima batang pohon kayu besar yang sangat disayangi rakyat. Dua pohon johar besar dipekarangan mesjid jami istana telah tumbuh sejak puluhan bahkan mungkin ratusan tahun yang lalu. Keduanya begitu megah namun anggun dan cantik, dilambangkan rakyat sebagai penaung dan mengayom mereka, terutama dalam menjalankan ajaran agama yang kokoh. Lalu dua batang pohon lantung (sejenis pohon karet hutan) yang jangung dan langsing tumbuh dikanan kiri halaman istana, pucuk-pucuknya nan tinggi diatas tempat burung-burung cantik bermain dan bersarang, berusia ratusan tahun sejak sebelum Keraton didirikan, pelambang bagi rakyat untuk kepanjangan usia, kelestarian dan kedaulatan negeri.Pohon-pohon tadi adalah sisa-sisa dari hutan yang ditebang sewaktu keraton didirikan. Bangunan-bangunan keraton hamper seluruhnya dibuat dari jenis-jenis pohon tadi yang ditebang dibuat kayu bangunan. Mesjid agung seluruhnya dibuat dari kayu batang pohon johar.

Dipekarangan kediaman panglima perang, tumbuhlah batang pohon kedondong yang besar. Pohon ini sama juga tua usianya dan menghasilkan buah kedondong yang besar, lebih besar dari kepalan tinju manusia dan sangat manis, berbuah sepanjang tahun tanpa henti-hentinya dengan lebat. Hampir seluruh bayi dinegeri itu dilahirkan dari kehamilan ibu-ibu yang mengdamnya buah kedondong dari halaman rumah tuanku panglima. Karena buahnya yang lebat dan terus menerus, siapapun diizinkan mengambilnya terutama bagi kaum wanita yang sedang hamil.

Kelima pohon tadi diperintahkan raja untuk ditebang. Rakyatpun kaget. Apalagi yang akan mereka jadikan perlambang kelestarian, kebesaran dan kemakmuran negeri seperti di zaman almarhum baginda tua serta nenek-nenek moyang, selain kedua pohon johar dan kedua pohon lantung itu? Apalagi mereka membayangkan bahwa anak-anak balita dimasa depan akan tampak sebagai anak-anak yang dungu dengan mulut terbuka sedikit menganga serta air liur yang mengalir dari sudut-sudut mulut dan bibir terus menerus akibat ketidak-lulusan ibu-ibu mereka wktu mengidam buah kedondong dari halaman tuanku panglima.

Namun rakyat harus menurut dan walhasil merekapun terpaksa menebang kelima pohon tadi. Setelah itu, datanglah raja kembali memberi perintah agar batang pohon-pohon kayu dipotong-potong melintang menjadi penampang-penampang setebal tiga jari tangan kanan tidur. Rakyatpun mengerjakannya. Perintah berikutnya adalah penampang-penampang adi diracik-racik hinga setebal lidi korek api, diraut sampai halus dan rapi, dan salah satu ujungnya diruncingkan menjadi bagaikan tusuk gigi. Kesana kemari baginda mengontrol kerja rakyat sambil berteriak, “Raut…raut terus…licinkan…runcingkan…!!”.

Setiap segenggam bilah-bilah tadi diikat dengan tali serat batang pisang, tiap gelondingan dimuat, diatur dalam kotak-kotak kayu dan kotak-kotak ini dimuatkan ke kapal. Semuanya sebanyak sepuluh buah kapal. Segenap pekerjaan tadi dikerjakan tanpa mesin sedikitpun, terselesaikan rakyat tidak kurang dalam tempo Sembilan puluh hari kerja siang dan malam.

Setelah semuanya siap termuat, besok pagnya baginda dengan serombongan pejabat kerajaan kepercayaannya, berangkat berlayar membawa kesepuluh kapal yang memuat bilah-bilah kayu kecil tadi. Tidak seorangpun yang tinggal dikerajaan diberitahu negeri mana yang akan dituju. Alkisah rakyat yang ditinggalkan terbingung-bingung memikirkan kelakukan raja. Namun lama kelamaan mereka merasa tidak begitu penting memikirkan hal itu lagi, karena mereka harus pergi ke hutan-hutan untuk mencari umbi-umbian, berburu atau memancing ala kadarnya untuk sekedar mendapatkan yang dapat dimakan. Pada akhirnyapun rakyat lupa akan kepergian raja mereka. Selang kurang lebih lima enam bulan kemudian, pada suatu hari rombongan raja kembali tiba di pelabuhan Hulu Amandit. Muatan kapalpun dibongkar, ternyat ada lima belas kapal berisi beras. Setelah separuhnya disisihkan untuk lumbung istana, sisanya dibagikan kepada rakyat. Dan dapatlah setiap orang barang satu dua gantang, cukup untuk makan nasi sekeluarga barang sepuluh hari.

Raja sangat bangga dan bercerita tentang kehebatan idenya. Pada perjalanan muhibah dahulu, sewaktu singgah di negeri Siam, raja Siam bercerita bahwa mereka mendapat hadiah sapisapi dari kerajaan India.orang Siam mengembangkan peternakan sapid an berhasil. Daging sapi berlimpah-limpah dan koki-koki negeri Siam dikirim ke India dan Timur Tengah belajar memasak sate kebab, kari dan gulai. Akibat menu-manu itu orang Siam terancam sakit gigi karena sering keselilitan. Karena asyknya beternak disamping mengembangkan pertanian, walau pohon kelapa tumbuh melimpah dinegerinya, orang Siam malas membuat, dan kekurangan tusuk gigi.

Maka tatkala raja Hulu Amandit membawa tusuk gigi itulah orang Siam sangat sukacita. Ditukarlah tusuk gigi itu dengan beras dalam jumlah kapal yang sama ditambahi hadiah lima kapal lagi, semua menjadi lima belas kapal penuh beras Siam.

Sekarang mengertilah rakyat Hulu Amandit bahwa lima pohon negeri kecintaan mereka telah betul-betul menjadi tusuk gigi. Mereka tidak dapat merasa betul-betul bersukacita, malah menjadi sedih. Lambat laun satu orang, dua orang, empat orang, sepuluh orang hingga hamper seluruh orang-orang arif dan rakyat jelata tidak hanya merasa sedih, sedikit-sedikit berubah menjadi gusar dan akhirnya marah. Mereka merasa terhina, dipermalukan raja mereka sendiri. Untuk pertama kali rakyat Hulu Amandit mengadakan pertemuan rahasia dan untuk pertama kali mereka memutuskan untuk berunjuk rasa, menyampaika memorandum ke istana.

Memorandum yang akan disampaikan berbunyi; Bahwa rakyat merasa sakit hati karena pertama, dihinakan menjadi bangsa kuli pembuat tusuk gigi dan kedua, rakyat sedih karena lima batang pohon kesayangan mereka telah hilang ditebang untuk dijadikan tusuk gigi. Betul betul tusuk gigi. Dalam memorandum tahap pertama itu mereka, untuk pertama kali, menuntut raja meminta maaf kepada rakyat.

Maka pada hari yang ditentukan, berbondong-bondonglah rakyat dari segenap penjuru Hulu Amandit dari Hamalau, Simpur dan Sungai Raya, dari Gambah, Tabihi, Bakarung, Taniran dan Hangkinang, dari Telaga Langsat sampai Haruyan, dari Muara Banta, Padang Basung, sampai ke Gunung Madang, dari LokLoa sampai Jambu berbaris ke istana. Mereka tidak membawa poster dan spandukseperti orang berunjuk rasa jaman sekarang, juga tidak seorangpun membawa senjata biar senjata tumpul sekalipun. Yang dibawa hanyalah kaleng-kaleng bekas, tutup-tutup panic dan kuali, nyiru-nyiru dan tudung-tudung saji. Semua hiruk pikuk dipukuli batangan kayu.

Adalah Su Tjap dari pimpinan rombongan orang Hangkinang yang mendengar bunyi dari Tugamal dibarisan paling belakang orang Hamalau. Mereka waktu itu berbaris menurut urutan abjad huruf arab dari nama-nama kampong. Bunyinya khas trot tot tot, selang tak lama trat tat tat atau trit tit tit dari arah ekor Tugamal. Su Tjap mengarahkan telinga dan mendengarkan lgi dengan teliti. Memang dari arah ekor Tugamal. Benar, benar, benar, orang diseluruh negeri tahu bahwa Tugamal menderita sakit hernia atau disebut kondor oleh orang Jawa, naik berok olh orang Jakarta atau burut burut kata orang Banjar, Kadang-kadang sebagian dinding usus terjepit didinding bagian bawah ruang perut yang lembek sehingga isi usus termasuk angina tidak bisa lewat. Kalau hernianya hanya kecil, biasanya terjepitnya hanya sebagian dan usus bisa lepas bebas lagi kembali normal dengan perobahan posisi orang. Namun pada waktu itu, orang percaya bahwa orang yang tidak bisa melewatkan angina harus makan obat. Obatnya ialah biji buah kidaung (sejenis petai-petaian yang bijinya kurang lebih sebentuk dan sebesar biji semangka belanda). Biji buah kidaung ini digoreng kering atau dengan pasir, isi bijinya dimakan seperti makan kuaci. Dan orang segera bisa melepas angina, bahkan dengan hebat. Rupanya hernia Tugamal kemarin sore kumat dan malamnya dia makan biji kidaung, sehingga itulah, pagi-paginya tatkala ikut barisan, trot tot tot, tret tet tet. Su Tjap tak ragu lagi..

Ia berlari-lari kedepan sambil sebentar-sebentar berteriak,”Ya kentut. Ya kentut!” Demikianlah Su Tjap berlari berkeliling, berbicara sebentar dengan pimpinan masing-masing rombongan kampong, sampai akhirnya seluruh barisan terhenti dan pemimpin-pemimpinnya berkumpul disebuah lapangan kecil untuk berunding. Pemimpin-pemimpin rombongan tak lama kemudian kembali ke barisan masing-masing dan atas instruksinya barisan-barisan pada bubar dan kembali kekampungnya. Unjuk rasapun batal.

Sore harinya orang laki-laki rakyat jelata pergi ke hutan-hutan mencari buah kidaung. Malamnya ibu-ibu dan nenek-nenek sibuk menggoreng biji kidaung tadi yang langsung dimakan beramai-ramai oleh bapak-bapak dan pemuda-pemuda. Haripun larut malam dan semua orang beristirahat. Selama itu orang-orang istana tidak ada tahu apa yang siang tadi telah terjadi dan apa yang besok direncanakan rakyat akan terjadi.

Selepas sembahyang subuh esok harinya, barisan rakyat dimulai lagi. Hari ini mereka bertangan kosong, tidak membawa benda apapun. Juga barisan menjadi lebih diatur, semua berbaris empat orang empat orang memanjang dari depan kebelakang. Sehingga panjangnya sampai kiloan meter. Orang-orang berbaris tanpa banyak berbunyi-bunyi atau berkata-kata. Terlihat banyak orang dalam barisan itu yang kadang-kadang tersengal-sengal menahan nafas mengempiskan perut seakan-akan menahan sesuatu jangan sampai terlepas dari badan mereka. Sekali-sekali ada yang usahanya gagal dan terdengarlah trot tot tot atau trit tit tit kecil-kecilan.

Seluruh rakyat negeri itu sangat tahu akan kegiatan rutin baginda raja. Setelah bangun untuk sembahyang subuh, baginda biasanya tidur lagi. Nanti tatkala matahari sudah tinggi hampir sepenggalan, baginda terjaga. Setelah minum air putih, dengan sebatang rokok terselip dimulut, baginda keluar kebelakang istana. Demikianlah tepat barisan terdepan rakyat sampai dibelakang istana, mereka melihat raja memasuki kamar persiraman dan pelepasan hajat baginda. Baginda sedikitpun tidak menyadari apa yang terjadi disekeliling.

Bagaikan dikomando, keempat orang dibarisan tadi maju dan bercerai. Satu ke utara, satu ke timur, satu ke selatan dan satu ke barat dinding kamar mandi baginda. Dengan serempak pula mereka, yang memakai sarung menyiingsing sarung tinggi-tinggi, yang bercelana melorotkan celana agak sedikit, mmbelakangi dinding kamar mandi, menungging dan mulai melepaskan tembakan beruntun – trot tot tot, trat tat tat, ada juga yang tret tet tet dan trit tit tit.

Selesai empat orang ini, dengan tenang mereka bubar memberi kesempatan berbuat sama bagi empat orang dibelakangnya. Lama kelamaan, baginda didalam kamar mandi, melalui sebuah lobang kecil didinding ingin mengintip rakyat yang menembak. Ingin beliau lari keluar tapi takut akan barisan rakyat yang begitu panjang. Akhirnya selesailah pekerjaan seluruh rakyat dalam barisan sedikit waktu sebelum lohor. Disekitar istanapun sudah lengang lagi. Orang-orang istana tahu bahwa raja ada didalam kamar mandi dan tahu apa semua yang telah terjadi. Mereka membuka pintu kamar mandi. Namun raja tidak ada didalamnya. Raja raib tak tentu rimbanya.......