DATU DAN WALI

=============================================================================================

Mari kita dukung pelestarian khazanah cerita rakyat Daerah Kalimantan Selatan seperti Maharaja sukarama dan raja-raja dari kerajaan negara daha, perebutan tahta pangeran samudera dengan pangeran tumenggung, legenda raja gubang, datu panglima amandit, datung suhit dan datuk makandang, datu singa mas, datu kurba, datu ramanggala di ida manggala, datu rampai dan datu parang di baru sungai raya, datu ulin dan asal mula kampung ulin, datu sangka di papagaran, datu saharaf parincahan, datu putih dan datu karamuji di banyu barau, legenda batu laki dan batu bini di padang batung, legenda gunung batu bangkai loksado, datu suriang pati di gambah dalam, legenda datu ayuh sindayuhan dan datu intingan bambang basiwara di loksado, kisah datu ning bulang di hantarukung, datu durabu di kalumpang, datu baritu taun dan datu patinggi di telaga langsat, legenda batu manggu masak mandin tangkaramin di malinau, kisah telaga bidadari datu awang sukma di hamalau, kisah gunung kasiangan di simpur, kisah datu kandangan dan datu kartamina, datu hamawang dan datu kurungan serta sejarah mesjid quba, tumenggung antaludin dan tumenggung mat lima mempertahankan benteng gunung madang, panglima bukhari dan perang hamuk hantarukung di simpur, datu naga ningkurungan luk sinaga di lukloa, datu singa karsa dan datu ali ahmad di pandai, datu buasan dan datu singa jaya di hampa raya, datu haji muhammad rais di bamban, datu janggar di malutu, datu bagut di hariang, sejarah mesjid ba angkat di wasah, dakwah penyebaran agama islam datu taniran di angkinang, datu balimau di kalumpang, datu daha, datu kubah dingin, makam habib husin di tengah pasar kandangan, kubur habib ibrahim nagara dan kubah habib abu bakar lumpangi, kubur enam orang pahlawan di taal, makam keramat bagandi, kuburan tumpang talu di parincahan, pertempuran garis demarkasi dan kubur Brigjen H.M. Yusi di karang jawa, pahlawan wanita aluh idut di tinggiran, panglima dambung di padang batung, gerombolan Ibnu hajar, sampai cerita tentang perang kemerdekaan Divisi IV ALRI yang dipimpin Brigjen H. Hasan Baseri dan pembacaan teks proklamasinya di Kandangan. Semuanya adalah salah satu aset budaya dan sejarah bagi Kalimantan Selatan.

Sabtu, 19 Januari 2013

KISAH SULTAN SURIANSYAH



Komplek Makam Sultan Suriansyah :
• Komplek Makam Sultan Suriansyah adalah sebuah kompleks pemakaman yang terletak di Kelurahan Kuin Utara, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin.Sultan Suriansyah merupakan raja Kerajaan Banjar pertama yang memeluk agama Islam. Sewaktu kecil namanya adalah Raden Samudera, setelah diangkat menjadi raja namanya menjadi Pangeran Samudera dan setelah memeluk Islam namanya menjadi Sultan Suriansyah. Gelar lainnya adalah Panembahan atau Susuhunan Batu Habang.
• Sejarah pemugaran Komplek Makam Sultan Suriansyah. Studi kelayakan dalam rangka pemugaran dilakukan oleh sebuah tim yang dipimpin Drs. Machi Suhadi dengan biaya dari Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Kalimantan Selatan 1982/1983.Kegiatan Pemugaran Pemugaran situs dimulai tahun 1984/1985. Sasaran pokonya ialah memugar makam-makam kuno dan pentrasiran pondasi batu bata,Pemugaran makam kuno terurai atas kegiatan: memperkuat pagar bagian bawah dengan slof beton, membersihkan dan membetulkan letak nisan makam, memperkuat dan merapikan letak marmer makam, memperbaiki ukira-ukiran yang rusak dan mengembalikan cat makam seperti warna semula.Kegiatan pentrasiran menampakan adanya dua kelompok susunan batu bata/tanggul dengan warna yang berbeda. Kelompok tanggul dengan batu bata merah merupakan pengaman bagi kestabilan makam Sultan Suriansyah dan Ratu, makam Khatib Dayan, makam Patih Masih, makam Patih Kuin, Makam hulubaklang raja dan lain-lain. Kelompok tanggul ini terdapat pada bagian barat dengan ukuran 17 x 17 meter.Kelompok tanggul dengan batu bata putih merupakan pengaman bagi kestabilan makam Sultan Rahmatullah dan Makam Sultan Hidayatullah. Kelompok tanggul ini terdapat di bagian timur dengan ukuran 17 x 17 meter. Pada bagian timur sisi selatan ditemukan susunan tanggul batu bata putih yang diberi hiasan/ukiran. Pemugaran situs tahun 1985/1986 diarahkan pada kegiatan penyusunan kembali batu bata tanggul dan membangun cungkup yang baru menggantikan cungkup lama yang didirikan pada tahun 1985.
• Tokoh-Tokoh yang dimakamkan Sultan Suriansyah, berasal dari keturunan raja-raja Kerajaan Negara Daha. Ia merupakan Raja Banjar pertama yang memeluk Islam, dan sejak beliaulah agama Islam berkembang resmi dan pesat di Kalimantan Selatan. Untuk pelaksanaan dan penyiaran agama Islam beliau membangun sebuah masjid yang dikenal sebagai Masjid Sultan Suriansyah yang merupakan masjid tertua di Kalimantan Selatan. Menurut sarjana Belanda J.C. Noorlander bahwa berdasarkan nisan makam, maka umur kuburan dapat dihitung sejak lebih kurang tahun 1550, berarti Sultan Suriansyah meninggal pada tahun 1550, sehingga itu dianggap sebagai masa akhir pemerintahannya. Ia bergelar Susuhunan Batu Habang. Menurut M. Idwar Saleh bahwa masa pemerintahan Sultan Suriansyah berlangsung sekitar tahun 1526-1550. Sehubungan dengan hal ini juga dapat menetapkan bahwa hari jadi kota Banjarmasin jatuh pada tanggal 24 September 1526.
           Ratu Intan Sari atau Puteri Galuh adalah ibu kandung Sultan Suriansyah. Ketika itu Raden Samudera baru berumur 7 tahun dengan tiada diketahui ayahnya Raden Manteri Jaya menghilang, maka tinggallah Raden Samudera bersama ibunya. Pada masa itu Maharaja Sukarama, raja Negara Daha berwasiat agar Raden Samudera sebagai penggantinya ketika ia mangkat. Tatkala itu pula Raden Samudera menjadi terancam keselamatannya, berhubung kedua pamannya tidak mau menerima wasiat, yaitu Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Tumenggung, karena kedua orang ini sebenarnya kemenakan Sukarama. Ratu Intan Sari khawatir, lalu Raden Samudera dilarikan ke Banjar Masih dan akhirnya dipelihara oleh Patih Masih dan Patih Kuin. Setelah sekitar 14 tahun kemudian mereka mengangkatnya menjadi raja (berdirinya kerajaan Banjar Masih/Banjarmasin). Ratu Intan Sari meninggal pada awal abad ke-16.
           Sultan Rahmatullah, putera Sultan Suriansyah, beliau raja Banjar ke-2 yang bergelar Susuhunan Batu Putih. Masa pemerintahannya tahun 1550-1570. Sultan Hidayatullah, raja Banjar ke-3, cucu Sultan Suriansyah. Ia bergelar Susuhunan Batu Irang. Masa pemerintahannya tahun 1570-1595. Ia senang memperdalam syiar agama Islam. Pembangunan masjid dan langgar (surau) telah banyak didirikan dan berkembang pesat hingga ke pelosok perkampungan. Khatib Dayan. Pada tahun 1521 datanglah seorang tokoh ulama besar dari Kerajaan Demak bernama Khatib Dayan ke Banjar Masih untuk mengislamkan Raden Samudera beserta sejumlah kerabat istana, sesuai dengan janji semasa pertentangan antara Kerajaan Negara Daha dengan Kerajaan Banjar Masih. Khatib Dayan merupakan keturunan Sunan Gunung Jati dari Cirebon, Jawa Barat. Ia menyampaikan syiar-syiar Islam dengan kitab pegangan Surat Layang Kalimah Sada di dalam bahasa Jawa. Ia seorang ulama dan pahlawan yang telah mengembangkan dan menyebarkan agama Islam di Kerajaan Banjar sampai akhir hayatnya.
           Patih Kuin adalah adik kandung Patih Masih. Ia memimpin di daerah Kuin. Ketika itu ia telah menemukan Raden Samudera dan memeliharanya sebagai anak angkat. Pada masa beliau keadaan negerinya aman dan makmur serta hubungan dengan Jawa sangat akrab dan baik. Ia meninggal pada awal abad ke-16. Patih Masih adalah seorang pemimpin orang-orang Melayu yang sangat bijaksana, berani dan sakti. Ia memimpin di daerah Banjar Masih secara turun temurun. Ia keturunan Patih Simbar Laut yang menjabat Sang Panimba Segara, salah satu anggota Manteri Ampat. Ia meninggal sekitar awal abad ke-16.
           Senopati Antakusuma adalah cucu Sultan Suriansyah. Ia seorang panglima perang di Kerajaan Banjar dan sangat pemberani yang diberi gelar Hulubalang Kerajaan. Ia meninggal pada awal abad ke-16. Syekh Abdul Malik atau Haji Batu merupakan seorang ulama besar di Kerajaan Banjar pada masa pemerintahan Sultan Rahmatullah. Ia meninggal pada tahun 1640. Haji Sa'anah berasal dari keturunan Kerajaan Brunei Darussalam. Ia menikah dengan Datu Buna cucu Kiai Marta Sura, seorang menteri di Kerajaan Banjar. Semasa hidupnya Wan Sa'anah senang mengaji Al-Qur'an dan mengajarkan tentang keislaman seperti ilmu tauhid dan sebagainya. Ia meninggal pada tahun 1825.
           Pangeran Ahmad merupakan seorang senopati Kerajaan Banjar di masa Sultan Rahmatullah, yang diberi tugas sebagai punggawa atau pengatur hulubalang jaga. Ia sangat disayangi raja dan dipercaya. Ia meninggal pada tahun 1630.
Pangeran Muhammad, adalah adik kandung Pangeran Ahmad, juga sebagai senopati Kearton di masa Sultan Hidayatullah I. Ia meninggal pada tahun 1645.
Sayyid Ahmad Iderus, adalah seorang ulama dari Mekkah yang datang ke Kerajaan Banjar bersama-sama Haji Batu (Syekh Abdul Malik). Ia menyampaikan syiar-syiar agama Islam dan berdakwah di tiap-tiap masjid dan langgar (surau). Ia meninggal pada tahun 1681.
           Gusti Muhammad Arsyad putera dari Pangeran Muhammad Said. Ia meneruskan perjuangan kakeknya Pangeran Pangeran Antasari melawan penjajah Belanda. Ia kena tipu Belanda, hingga diasingkan ke Cianjur beserta anak buahnya, setelah meletus perang dunia, ia dipulangkan ke Banjarmasin. Ia meninggal pada tahun 1938. Kiai Datu Bukasim merupakan seorang menteri di Kerajaan Banjar. Ia keturunan Kiai Marta Sura, yang menjabat Sang Panimba Segara (salah satu jabatan menteri). Ia meninggal pada tahun 1681. Anak Tionghoa Muslim. Pada permulaan abad ke-18, seorang Tionghoa datang berdagang ke Banjarmasin. Ia berdiam di Kuin Cerucuk dan masuk Islam sebagai muallaf. Tatkala itu anaknya bermain-main di tepi sungai, hingga jatuh terbawa arus sampai ke Ujung Panti. Atas mufakat tetua di daerah Kuin, mayat anak itu dimakamkan di dalam komplek makam Sultan Suriansyah.

KISAH DATU BANUA LIMA


Sakitar abad ke-5 M berdiri sebuah kerajaan yang merupakan kerajaan permulaan di Kalimantan Selatan, jauh sebelum berdirinya Kerajaan Nagara Dipa. Kerajaan tersebut bernama Kerajaan Tanjungpuri. Bermula berdirinya Kerajaan Tanjungpuri adalah saat kedatangan bubuhan imigran Malayu asal Kerajaan Sriwijaya di pulau sumatera sekitar Tahun 400-500 Masehi. Oleh karena kebudayaan imigran Malayu sudah lebih maju, lalu mereka mendirikan kampung yang lama kelamaan berubah menjadi sebuah kerajaan kecil. Para imigran Malayu tersebut banyak yang melakukan perkawinan dengan panduduk setempat, yakni suku Dayak (Maanyan, Bukit, Ngaju), sehingga Kerajaan Tanjungpuri tersebut, panduduknya terdiri dari orang Malayu dan Dayak. Perpaduan kadua suku tersebut akhirnya nanti menurunkan suku Banjar (Asal muasal suku Banjar).
           Semantara sekitar 3000-1500 SM untuk pertama kalinya Imigran dari Yunnan di China Selatan datang ke tanah Borneo. Mereka inilah padatuan ‘nenek moyang orang Dayak atau istilahnya “Melayu tua”. Berabad-abad lamanya Kerajaan Tanjungpuri berdiri, penduduknya makmur dan sajahtera, hidup damai serta bahagia. Pada Tahun 1309 M berdiri juga sabuah kerajaan orang Maanyan yang bernama “Nan Sarunai”. Kedua kerajaan ini saling berkeluarga dan berteman dekat, tidak pernah ada permusuhan. Walau berbeda keyakinan, –Kerajaan Tanjungpuri kebanyakan pangikut ajaran Buddha sedangkan Kerajaan Nan Sarunai kebanyakan pengikut ajaran Kaharingan– tapi kedua kerajaan tetap saling menghormati. Kedua kerajaan sama-sama berkomitmen menjaga alam lingkungan, tidak mau menambang batu bara yang banyak terdapat di wilayah kerajaan, apalagi menanam sawit karena pada saat itu tidak ada istilah jual beli tanah dan sawit serta hasil tambang batu bara.
           Kerajaan Tanjungpuri mempunyai lima orang Panglima. Yang Partama bergelar Panglima Alai, yang merupakan ahli politik dan strategi. Yang Kedua, Panglima Tabalong, orangnya gagah, kuat, pemberani, dan berjiwa ksatria. Yang Katiga, Panglima Balangan, Orangnya sangat tampan, pintar, dan suka menuntut ilmu, sedangkan yang keampat dan kelima si kembar yang bergelar Panglima Hamandit dan Panglima Tapin. Mereka berdua ini orangnya cepat emosian, keras kepala, dan suka berkelahi. Kelimanya bersaudara ini, anak dari Datu Intingan (Saudaranya Datu Dayuhan Kapala suku Dayak Maratus) dan Dayang Baiduri (Putri Imigran Melayu keturunan Sriwijaya).
           Pada saat itu, Kerajaan Majapahit sangat berambisi untuk menguasai Nusantara. Hal itu terjadi karena Maha Patih Gajah Mada sudah termakan sumpah hendak ‘menguasai’ nusantara. Tapi oleh para politikus Majapahit kata ‘menguasai’ diperhalus menjadi ‘mempersatukan’ nusantara. Ada mata-mata Majapahit yang berdalih berdagang ke kotaraja kedua kerajaan tadi, didapatlah informasi bahwa kedua kerajaan tersebut sangat makmur. Istananya saja berlapis emas. Mendengar hal itu, Prabu Hayam Wuruk, Raja Majapahit begitu berambisi untuk menguasai kedua kerajaan tersebut, Kerajaan Tanjungpuri dan Kerajaan Nan Sarunai.
           Pada Tahun 1356 Kerajaan Majapahit mengirim ekspedisi militer pertama ke wilayah Borneo. Yang mula-mula diserang adalah Kerajaan Nan Sarunai. Sakitar 5.000 pasukan Majapahit datang dengan kapal melewati Sungai Barito yang dipimpin oleh Senopati Arya Manggala. Melihat pasukan yang sangat banyak tersebut, lalu Kerajaan Nan Sarunai meminta bantuan ke Kerajaan Tanjungpuri. Lalu oleh raja Tanjungpuri dikirim lima orang Panglima tadi dengan membawa 1000 pasukan membantu Kerajaan Nan Sarunai. Setelah itu pecahlah perang yang dahsyat antara pasukan Majapahit melawan pasukan Nan Sarunai yang dibantu pasukan Tanjungpuri. Banyak sekali jatuh korban di kedua belah pihak. Pasukan Majapahit yang terkenal hebat dalam bertempur karena sudah berkeliling Nusantara manaklukan berbagai kerajaan, saat itu mendapat perlawanan yang hebat tak terkira. Banyak tentara Majapahit yang mati di tangan lima panglima Tanjungpuri yang sakti-sakti tersebut. Panglima Alai yang ahli strategi mengatur pasukan, Panglima Tabalong yang gagah mengamuk di barisan paling muka, banyak tentara Majapahit yang terlempar ke udara dilemparkan oleh panglima atau banyak juga yang dilemparkan ke tubuh musuh yang berani mendekat. Sedangkan Panglima Balangan menjadi pimpinan barisan pangawal raja, dengan kesaktiannya mampu melindungi raja dari keroyokan pasukan Majapahit. Semantara Panglima Hamandit dan Panglima Tapin beradu (duel) kesaktian dengan para pendekar Majapahit. Banyak sudah Pendikar Persilatan Majapahit yang merupakan orang-orang bayaran, mati di tangan Panglima Hamandit dan Panglima Tapin. Setelah dua hari bertempur akhirnya pasukan Majapahit mampu dipukul mundur, bahkan Senopati Arya Manggala penggal kepalanya terkena Mandau terbang “Pangkalima Angkin”, Panglima Kerajaan Nan Sarunai yang terkenal sakti. Sisa-sisa pasukan Majapahit lari terbirit-birit menuju kapal untuk pulang ke Jawa.
           Di Tanjungpuri setelah peperangan malawan Majapahit banyak infrastruktur kerajaan yang hancur, ladang banyak yang rusak begitu juga pohon karet banyak yang roboh. Pelabuhan kerajaan tidak ramai lagi karena banyak padagang yang takut berlabuh setelah mendengar ada perang. Maka tarjadi “krisis moneter” berkepanjangan di Kerajaan Tanjungpuri. Kelima panglima kerajaan mendapat tanah kekuasaan masing-masing di daerah lima aliran sungai yang berhulu di Pegunungan Maratus sebagai hadiah dari Sri Baginda Darmapala. Daerah lima aliran sungai tersebut akhirnya bernama sesuai gelar lima Panglima Tanjungpuri. Panglima Alai mendapat wilayah yang bernama Batang Alai (sekarang menjadi Kabupaten HST), Panglima Tabalong mendapat wilayah yang bernama Batang Tabalong (sekarang menjadi Kabupaten Tabalong), Panglima Balangan mendapat wilayah yang bernama Batang Balangan (sekarang menjadi Kabupaten Balangan), Panglima Hamandit mandapat wilayah Batang Hamandit (sekarang menjadi Kabupaten HSS), sedangkan Panglima Tapin mandapat wilayah Batang Tapin (sekarang menjadi Kabupaten Tapin).
           Ada kisah menarik antara dua Panglima kembar tersebut, yaitu Panglima Hamandit dan Panglima Tapin, yang keduanya sama-sama menghendaki anak Raja Tanjungpuri yang bernama Putri Diang Bulan, sampai-sampai yang mereka berdua bertengkar, tapi karena sama-sama sakti, maka tidak ada yang mampu saling mengalahkan. Akhirnya oleh Putri Diang Bulan, mereka disuruh beradu ba igal (berjoget). Ternyata Panglima Tapin lebih hebat berjoget daripada Panglima Hamandit. Oleh karena itu, orang-orang Tapin banyak yang menguasai kesenian bajapin ‘bagandut.’ Tapi Putri Diang Bulan tidak sampai hati memilih di antara keduanya. Akhirnya Putri Diang Bulan kembali menyuruh mereka untuk beradu pantun ‘baturai pantun’ dan ternyata Panglima Hamandit yang lebih hebat, makanya orang-orang daerah Hamandit banyak menguasai bidang sastra. Karena sama-sama mempunyai kelebihan, Putri Diang Bulan menjadi semakin bingung sendiri. Karena kebigungan, akhirnya Putri Diang Bulan memilih kawin dengan Panglima Alai. Oleh sebab itu, orang-orang Hamandit dan Tapin banyak yang tidak suka dengan orang-orang Alai kalau urusan cinta dan perempuan. Panglima Tabalong dan Panglima Balangan yang mengetahui soal cinta sagi empat di antara saudaranya tersebut lebih memilih netral, tidak memihak ke mana-mana. Datu Dayuhan dan Datu Intingan yang malihat hal tersebut akhirnya cepat turun tangan berusaha untuk mempersatukan persaudaraan mereka. Oleh karena itu, setiap tahun diadakan upacara ‘Aruh Ganal’ di daerah pahuluan sana.
           Pada Tahun 1387 atau 29 tahun setelah terjadinya peperangan antara Majapahit dan Tanjungpuri, berdiri sebuah Kerajaan Hindu di Borneo yang bernama Nagaradipa. Kepala pemerintahannya bernama Empu Jatmika, seorang palarian matan Kerajaan Kediri. Karena tingkah lakunya yang baik dan santun, dia disukai oleh Raja Tanjungpuri yang bernama Sri Baginda Kartapala (anak Sri Baginda Darmapala). Oleh Sri Baginda Kartapala, Empu Jatmika ditawari agar anaknya Lambung Mangkurat untuk mengawini anaknya yang bernama Putri Junjung Buih. Tapi karena merasa ketuaan, Lambung Mangkurat menyuruh anaknya Raden Putera untuk mengawini Putri Junjung Buih.
           Raden Putera adalah anak Lambung Mangkurat dari parkawinan dengan Urang Biaju (Dayak Ngaju). Singkat cerita akhirnya Raden Putra kawin dengan Putri Junjung Buih. Sejak saat itu Sri Baginda Kartapala menyerahkan seluruh kekuasaan dan wilayah Tanjungpuri kepada Kerajaan Nagaradipa. Kerajaan Nagaradipa sendiri mengangkat Raden Putera sebagai raja yang bergelar Pangeran Suryanata. Namun ada sesuatu hal yang bergejolak di dalam pemerintahan Nagaradipa, yaitu saling berebut pengaruh antara Imigran Majapahit yang sengaja disusupkan jadi pajabat di Nagaradipa dengan orang-orang Tanjungpuri yang ikut mangabdi jadi pajabat di Kerajaan Nagaradipa. Apalagi setelah para politikus Majapahit mampu mempengaruhi Patih Lambung Mangkurat yang akhirnya memutuskan malarang adat istiadat Melayu dan Dayak di Kerajaan Nagaradipa. Pakaian adat harus mengikuti gaya pakaian orang Majapahit (kelak pada saat perpindahan kekuasaan dari Nagaradipa ke Nagaradaha kebudayan Melayu dan Dayak kembali mendapat tempat di kerajaan).
           Mendengar hal tersabut, lima Panglima Tanjungpuri yang sudah tua-tua menjadi berang. Kelima Panglima ini sangat kecewa sekali sebab mereka sudah bersumpah tidak akan tunduk dengan Majapahit. Tapi oleh karena masih menghormati Putri Junjung Buih sabagai cucu Sri Baginda Darmapala, kalima Panglima tersebut mampu menahan diri. Setelah itu kelima panglima ini tidak pernah muncul lagi baik di dunia politik maupun di dunia parsilatan. Mereka masing-masing mengasingkan diri ke Pegunungan Maratus. Para keluarga Kerajaan Tanjungpuri pun terpecah dua, ada yang mandukung Nagaradipa dan ada juga yang tidak. Yang tidak mendukung akhirnya ikut mengasingkan diri ke Pegunungan Maratus di bawah pimpinan Pangeran ke-10 mengikuti para Datu Banua lima. Tempat berkumpulnya para kaluarga Kerajaan Tanjungpuri di Pegunungan Maratus yang di pimpin Pangeran ke 10 adalah Manggajaya.
           Melihat hal tersabut Patih Lambung Mangkurat merasa tarancam lalu atas bantuan Majapahit dia mengirim pasukan di bawah pimpinan Hulu Balang Arya Megatsari dan Tumenggung Tatah Jiwa ka daerah Batang Tabalong, Batang Balangan, Batang Alai, Batang Hamandit dan Batang Tapin supaya tunduk terhadap kekuasaan Nagaradipa. Kelima wilayah tersabut memang bisa ditaklukan, tapi daerah “Manggajaya” tak ada berani menyerang ke sana karena menurut cerita Lima orang Panglima yang bergelar Datu Banua Lima ada di Manggajaya dan di sana juga bakumpul para keturunan keluarga Kerajaan Tanjungpuri dan Kerajaan Nan Sarunai. Itulah sebabnya kenapa orang-orang pahuluan (Banua Lima) terkenal berjiwa pahlawan sebab masih sebagai keturunan para Panglima Kerajaan Tanjungpuri. Kelak di masa penjajahan Belanda, orang Manggajaya ini yang akan turun membantu Pangeran Hidayatullah bertempur di wilayah Banua Lima. Hal tersebut kembali berulang pada saat masa mempertahankan kemerdekaan, orang-orang Banua Lima ini terkenal sebagai bagian dari pasukan ALRI Div. IV di bawah komando Brigjen Hasan Basri (keturunan Panglima Hamandit)...

KISAH SYEKH SALMAN AL-FARISI



Syeikh Salman al-Farisi atau kerab dipanggil dengan Datu Gadung dilahirkan di dalam Pagar Martapura pada malam Rabu 25 Safar 1279 H, beliau dilahirkan dari pasangan al-Allimul Allamah Qadhi H.Mahmud dengan seorang perempuan yang bernama Diyang dari Desa Gadung kecamatan Bakarangan Kabupaten Tapin Rantau, nasab beliau adalah Syeikh Salman al-Farisi bin Qadhi H.Mahmud anak dari Asiah binti Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari, suami dari Asiah ini adalah al-Allimul Allamah Syeikh Muhammad Yasin bin Syeikh Abdush Shomad al-palembani atau Datu Sanggul Tatakan Rantau, jadi nasab beliau dari Datu Kalampayan dan Datu Sanggul, orang tua beliau Qadhi H.Mahmud adalah Qadhi terakhir kesultanan Banjar, beliau juga guru dari Sultan Adam al-wasiq Billah, Pangeran jaya Dinata dan Pangeran Surya Dinta.
Beliau mendapat didikan langsung dari orang tuanya yang sangat alim, diantara ilmu Tauhid, Tasawuf, Qur'an, Hadist dan ilmu ilmu alat, selain itu beliau juga mendapat bimbingan dari saudara saudaranya yaitu al-Allimul Allamah Qadhi H. Muhammad Nur (Riau) dan al-Alimul Allamah H.Muhammad Amin, sebagai keturunan yang alim alim maka Syeikh salman al-farisi dengan mudah dalam belajar ilmu agama, beliau juga sangat cerdas dan selalu haus akan ilmu pengetahuan agama, sehingga sangat cepat menyerap ilmu ilmu yang diberikan.menurut cerita orang tua dahulu apabila Tuan Guru Syeikh Salman merasa lelah dan penat dalam belajar kitab kitab maka beliau istirahat sejenak sambil rebahan dengan alas kepala adalah buah kelapa, sehingga apabila tertidur maka kepalanya akan jatuh kebawah akhirnya terbangun, keluarga beliau mendidik agar jangan banyak tidur dan waktu terbangun digunakan untuk ibadah dan belajar, melihat potensi yang dimiliki Tuan Guru Syeikh salman al-farisi yang cukup cerdas dan mempunyai semangat yang tinggi untuk menuntut ilmu pengetahuan maka oleh orang tuanya beliau dikirim ke Mekkah, disana beliau menuntut ilmu dengan ulama ulama besar dijamannya, diharapkan beliau nantinya bisa menjadi penerang ilmu bagi masyarakat semuanya.
Pada saat beliau mengaji di Mekkah Tuan Guru Syeikh salman al-farisi menikah dengan seorang perempuan yang berasal dari Riau Sumatera dan mempunyai anak yang bernama Malik, setelah beberapa tahun beliau menuntut ilmu beliau pulang ketanah air, tapi beliau bukan pulang ke Martapura tapi mengikuti istrinya ke Riau Sumatera, disana beliau mengembangkan syiar agama islam dengan memberikan pengajian kepada masyarakat sekitarnya,cukup lama beliau tinggal di Riau membuat beliau rindu akan kampung halamannya di Martapura, beliau akhirnya pergi ke Martapura untuk menjenguk keluarga beliau dikampung halaman, ketika pulang ini beliau tidak membawa serta anak istrinya yang tetap tinggal di Riau Sumatera, setelah beberapa tahun di Martapura beliau kembali ke Riau untuk mendatangi istri dan anak beliau yang berada disana, alangkah terkejutnya beliau, ternyata istrinya sudah lama meninggal dan anaknya pun baru 7 hari meninggalkan dunia fana ini, beliau sangat bersedih atas kepulangan anak dan istrinya ini karena tidak mendapat kabar berita dikarena kan pada jaman dahulu alat telekomonikasi tidak seperti sekarang, karena inilah beliau kembali ke Martapura dan berkumpul kembali bersama keluarganya.
Melihat kesedihan Tuan Guru Syeikh Salman al-afarisi ini maka oleh orang tua beliau Al-Alimul Allamah Qadhi H.Mahmud menyarankan beliau untuk menjenguk keluarga beliau dari pihak ibu di Desa Gadung Tapin Rantau, kedatangan beliau di Desa Gadung di sambut masyarakat dengan suka cita, karena beliau diharapkan bisa menjadi panutan dan rujukan masyarakat dalam pengembangan ilmu Islam.
Setelah beberapa tahun beliau menetap di Desa Gadung menyebarkan dan mengajarkan ajaran Islam secara mendalam akhirnya beliau menikah dengan seorang wanita dari Desa Gadung yang bernama Ummu Salamah, dari perkawinan ini beliau mempunyai dua orang anak yaitu al-Alimul Fadhil H.Muhammad yang merupakan salah satu Guru dari Alimul Allamah Guru kita Syeikh Muhammad Zaini bin H.Abdul Ghani al-Banjari (Abah Guru Sekumpul ) dan seorang perempuan yang bernama Hj.Fatimah, beliau menikah lagi dengan seorang perempuan yang bernama Hj. Rahimah dan dikarunia i seorang anak yang bernama Abdul Qadir yang kemudian wafat di Mekkah dan dikuburkan di Ma'la, setelah itu beliau juga menikah dengan seorang perempuan dari Desa Banua Halat yang bernama Maimunah tetapi tidak mempunyai keturunan.
Sebagian dari keramat keramat dari Syeikh Salman Al-Farisi Datu Gadung diantaranya adalah :
~  Pada jaman dulu kalau ingin membuat tepung dari beras maka harus ditumbuk dengan Halu (penumbuk) dan Lasung yang terbuat dari kayu besar, suatu saat terjadi hujan lebat ditempat beliau, sedangkan Halu dan Lasung kepunyaan beliau berada ditempat terbuka, dikhawatirkan akan basah luabang Lasung tersebut dan akan mengakibatkan sulit untuk menumbuk beras, sedangkan Lasung tersebut sangat berat, maka dengan perintah beliau Lasung yang terbuat dari kayu tersebut berjalan dengan sendirinya kebawah kolong rumah karena pada saat itu kolong rumah tinggi tidak seperti sekarang.
~ Ada lagi cerita tentang Lasung ini, suatu saat ada dua orang wanita yang bertengkar tapi berseberangan sungai Gadung, sambil menumbuk beras mereka saling kata mengatai satu sama lain hingga akhirnya ditonton oleh masyarakat banyak, Datu Gadung yang mengetahui kejadian ini segera datang, entah apa yang dilakukan beliau tiba-tiba kedua buah Lasung yang sangat berat tersebut terbang ketengah sungai dan berada persis seperti ayam yang lagi berkelahi, masyarakat yang menyaksikan kejadian tersebut sangat takjub, wal hasil perempuan yang bertengkar tersebut dengan sendirinya berhenti bertengkar dengan rasa malu.
~ Suatu ketika keponakan beliau dari Marabahan datang berkunjung ketempat beliau, pada saat itu keponakan beliau memakai cincin dijarinya bertatahkan Intan yang sangat mahal, oleh beliau cincin tersebut dipinjam, setelah memeriksa beliau katakan bahwa cincin tersebut jelek, oleh beliau langsung dibuang kesungai, namun pada saat setelah selesai sholat anehnya cincin tersebut ternyata sudah ada dirangkaian tasbih yang ada ditangan keponakannya.
~ Sejumlah tamu datang ketempat beliau, sedangkan pada saat itu dirumah tidak terdapat lauk untuk jamuan makan tamunya, lalu beliau memasang alat penangkap ikan disamping tempat tidurnya, ketika diangkat ternyata alat tersebut penuh dengan ikan, hingga bisa lah beliau menjamu tamu tamunya dengan masakan yang banyak.
~ Suatu hari sungai di Desa Gadung sedang meluapdan membawa kayu kayu besar, ketika itu ada sebatang kayu yang sangat besar membentang ditengah sungai tersebut dan sangat membahayakan orang jika dibiarkan, dengan begotong royong puluhan orang berusaha menyingkirkan kayu tersebut, tapi karena besarnya kayu tersebut tidak mampu digeser sedikitpun, setelah datang Datu gadung beliau lalu mencungkil kan ujung payung beliau ke kayu besar tersebut, subhanallah kayu tersebut terangkat dan dapat dipindah sehingga tidak membahayakan masyarakat lagi.
~ Beliau sering memenuhi hajat masyarakat yang memerlukan beliau untuk memberikan pengajian pengajian agama, beliau selalu ditemani oleh murid muridnya, hal ini beliau lakukan mencontoh Rasulullah SAW yang setiap melakukan perjalanan selalu ditemani sahabat sahabat beliau, pada saat perjalanan pulang dari memberikan pengajian tiba tiba hujan turun dengan lebatnya, sedangkan untuk mencari tempat berteduh tidak sempat lagi, atas isyarat beliau mereka melanjutkan perjalanan pulang, anehnya diluar akan manusia saat sampai kekampung ternyata beliau dengan seluruh muridnya tidak ada satupun yang kebasahan, subhanallah.
~ Wilayah Kalimantan kaya akan hasil bumi seperti Emas, Intan, Batu Bara, Minyak, Biji Besi dan barang tambang lainnya, dan dulu beliau adalah tempat bertanya dari masyarakat yang ingin pergi mendulang Intan, beliau melihat lokasi pendulangan Intan tersebut yang sudah diberi tanda cuma melalui kuku beliau, hingga banyaklah masyarakat yang mendapatkan hasil dari pergi mendulang Intan tersebut.
~ Suatu saat beliau sedang memberikan pengajian kepada murid muridnya datanglah seekor burung Tinjau, burung tersebut berkicau dihadapan beliau seperti mengatakan sesuatu, beliau lalu menanyakan kepada muridnya apa yang dikatakan burung tersebut, tapi tak ada satupun yang tahu apa yang dikatakan oleh burung tersebut, kemudian beliau lalu menjelaskan bahwa burung tersebut membawa kabar bahwa salah satu keluarga beliau dimartapura meninggal dunia, dengan mendengar apa yang dikatakan oleh burung tersebut beliau lalu berangkat ke Martapura, ternyata apa yang disampaikan oleh burung tersebut memang benar, salah satu keluarganya telah wafat di martapura.
~  Beliau juga mengetahui waktu wafatnya sehingga beliau sudah bersiap-siap sewaktu akan wafat.
Datu Gadung Syeikh Salman al-Farisi bin Alimul Allamah Qadhi H.Mahmud bin Syeikh Muhammad yasin bin Syeikh Abdush Shomad Datu Sanggul Rantau wafat pada tanggal 9 Dzulhijjah 1352 H (1931 M ) setelah Ba'da Isya,pada saat beliau wafat ditandai dengan hujan yang sangat lebat sehingga menyebabkan wilayah tersebut menjadi banjir, tapi anehnya lokasi tanah yang digali untuk kubur beliau dalam keadaan kering padahal sekelilingnya dalam keadaan banjir, demikian juga ketika jenazah beliau dimasukkan kedalam liang lahat air tetap tidak masuk kedalam kubur beliau Allahu Akbar, kubah makam beliau sekitar 5 kilo meter dari kota Rantau, mudah-mudahan Allah SWT mengumpulkan beliau bersama orang orang sholeh sebelum kita dan mudah mudahan keturunan beliau beserta seluruh keluarganya selalu dalam limpahan rahmat Allah SWT dan mudah mudahan kita semua dikumpulkan dengan beliau di dalam sorganya bersama guru guru kita, orang tua kita dan seluruh keluarga kita amiinn Ya Robbal alamin, kalau dalam penulisan riwayat ini ada kesalahan dan kejanggalan alfaqir mohon ampun maaf sebesar besarnya, kekurangan milik kita sedangkan kesempurnaan adalah milik Allah akhirul kalam wabillahi taufik wal hidayah assalamualaikum warohmatullahi wabarakatuh.

KISAH DATU LANDAK

Datu Landak, yang nama aslinya adalah Syekh Muhammad Afif, lahir di desa Dalam pagar, Martapura, Kabupaten Banjar. Beliau merupakan buyut (cicit) dari Datu Kalampayan (Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari). Ada pun silsilah beliau adalah : Muhammad Afif bin Qadhi, H. Mahmud bin Asiah binti Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, beliau sangat alim dan taat menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang beliau anut, karena itu oleh Allah beliau diberikan karamah atau kesaktian. Pada tahun 1897 masyarakat Dalam Pagar ingin mendirikan masjid, Datu Landak diberikan kepercayaan untuk mencari kayu ulin yang akan di jadikan tiang utama msjid tersebut.
           Dengan ditemani oleh Khalid, Idrus dan Lotoh berangkatlah beliau menuju Kalimantan Tengah. Dalam perjalanan yang memakan waktu berbulan2 lamanya itu, beliau sering menemui gangguan dari suku dayak. Terkadang menjadi bentrokkan fisik antara datu landak dengan penduduk setempat. Peristiwa yang beliau alami itu, terutama halangan dan rintangan dapat beliau atasi. Berkat kesabaran dan kegigihan beliau, akhirnya kayu ulin atau pohon ulin dapat ditemukan, pohon tersebut menurut cerita hanya dicabut saja oleh Datu Landak, bukan ditebang seperti biasanya, kemudian ditarik oleh beliau dengan tangan sendiri menuju ke sungai Barito. Setelah di ikat kayu itupun dihanyutkan di sungai tersebut. Konon bekas geseran pohon yang beliau tarik atau seret itu menjadi sungai kecil yang mengeluarkan intan yang banyak sekali. Oleh beliau intan2 itu dikumpulkn dan di tanam kembali ke dalam tanah, disekelilingnya beliau pagar dengan rumput bamban. Setelah itu beliau kembali ke Dalam Pagar, Martapura. Pada hari yg telah disepakati yaitu tepatnya pada hari minggu diputuskan untuk memancangkan empat tiang utama. Namun yang menjadi masalah bagaimana mendirikan keempat tiang itu, karena ke empat tiang utama tersebut besar dan panjangnya sama dengan tiang guru Masjid Suriansyah di Kuin Banjarmasin, karena ketika itu belum ada alat pengangkat canggih seperti sekarang ini. ''Tidak usah bingung, saya yang akan mengangkatnya'' kata Datu Landak. Semua yang hadir jadi terdiam, ingin tahu apa yang akan diperbuat Datu Landak..''Puk..! Puk...!'' beliau menepukkan tangan ketanah dan kempat tiang utama kayu ulin itu serentak tegak berdiri dengan sendirinya sesuai dengan yg diinginkan.  Menyaksikan Kesaktian beliau itu orang2 yang hadir pada saat itu serentak mengucapkan " Allahu Akbar".