DATU DAN WALI

=============================================================================================

Mari kita dukung pelestarian khazanah cerita rakyat Daerah Kalimantan Selatan seperti Maharaja sukarama dan raja-raja dari kerajaan negara daha, perebutan tahta pangeran samudera dengan pangeran tumenggung, legenda raja gubang, datu panglima amandit, datung suhit dan datuk makandang, datu singa mas, datu kurba, datu ramanggala di ida manggala, datu rampai dan datu parang di baru sungai raya, datu ulin dan asal mula kampung ulin, datu sangka di papagaran, datu saharaf parincahan, datu putih dan datu karamuji di banyu barau, legenda batu laki dan batu bini di padang batung, legenda gunung batu bangkai loksado, datu suriang pati di gambah dalam, legenda datu ayuh sindayuhan dan datu intingan bambang basiwara di loksado, kisah datu ning bulang di hantarukung, datu durabu di kalumpang, datu baritu taun dan datu patinggi di telaga langsat, legenda batu manggu masak mandin tangkaramin di malinau, kisah telaga bidadari datu awang sukma di hamalau, kisah gunung kasiangan di simpur, kisah datu kandangan dan datu kartamina, datu hamawang dan datu kurungan serta sejarah mesjid quba, tumenggung antaludin dan tumenggung mat lima mempertahankan benteng gunung madang, panglima bukhari dan perang hamuk hantarukung di simpur, datu naga ningkurungan luk sinaga di lukloa, datu singa karsa dan datu ali ahmad di pandai, datu buasan dan datu singa jaya di hampa raya, datu haji muhammad rais di bamban, datu janggar di malutu, datu bagut di hariang, sejarah mesjid ba angkat di wasah, dakwah penyebaran agama islam datu taniran di angkinang, datu balimau di kalumpang, datu daha, datu kubah dingin, makam habib husin di tengah pasar kandangan, kubur habib ibrahim nagara dan kubah habib abu bakar lumpangi, kubur enam orang pahlawan di taal, makam keramat bagandi, kuburan tumpang talu di parincahan, pertempuran garis demarkasi dan kubur Brigjen H.M. Yusi di karang jawa, pahlawan wanita aluh idut di tinggiran, panglima dambung di padang batung, gerombolan Ibnu hajar, sampai cerita tentang perang kemerdekaan Divisi IV ALRI yang dipimpin Brigjen H. Hasan Baseri dan pembacaan teks proklamasinya di Kandangan. Semuanya adalah salah satu aset budaya dan sejarah bagi Kalimantan Selatan.

Kamis, 03 Oktober 2013

Syekh Muhammad Nafis Al Banjari

Salah satu permata Kalimantan pada jaman dulu adalah Syekh Muhammad Nafis Al Banjari lahir sekitar tahun 1150 H (1735M) di Martapura Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan,beliau adalah keturunan Sultan kerajaan Banjar dan nasabnya bersambung sampai ke Pangeran Suriansyah atau Pangeran Samudera, sultan pertama kerajaan banjar yang memeluk agama islam dan terus bersambung sampai ke Raja pertama ke Rajaan Daha Kalimantan yaitu Pangeran suryanata atau Raden putera suami dari Puteri Junjung Buih,nasab beliau adalah Syekh Muhammad Nafis bin Idris bin Husein bin Ratu Kusuma Yoeda bin pangeran Kesuma Negara bin Pangeran Dipati bin sultan Tahlillah bin sultan Saidullah bin Sultan Inayatullah bin Sultan Musta'in Billah bin Sultan Hidayatullah bin Sultan Rahmatullah bin Sultan Suriansyah.
 
Sejakmuda beliau sangat cinta akan ilmu ,sehari hari digunakan beliau untuk menuntut ilmu agama baik itu ilmu tauhid, fiqih ,tasawuf maupun ilmu ilmu lainnya,sehingga kegemaran beliau ini membawa beliau melanglang buana mencari ilmu sampai ke Mekkah,diperkirakan jaman Syekh Muhammad nafis ini bertepatan dengan jamannya Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari,dan sebagian guru guru Syekh Muhammad Nafis juga guru guru dari Syekh Muhammad Arsyad,adapun sebagian guru guru beliau adalah :
1.Syekh Abdullah Hijazi As-Syarkawi
2.Syekh Siddiq bin Umar Khan
3.Syekh Muhammad bin Abdul Karim As-seman Al-Madani
4.Syekh Abdurrahman bin Abdul Aziz Al-Banjari
5.Syekh Muhammad Al-Jawhari

Setelah berada ditanah air dengan berbekal ilmu yang diperoleh beliau dari Tanah Suci Mekkah beliau berdakwah kebeberapa daerah di nusantara ini,untuk mangajak masyarakat mengESA. Akan Allah,karena keluasan dan ketinggian ilmu beliau serta kegigihannya dalam berdakwah oleh masyarakat Sumatera beliau diberi gelar 'MAULANA AL-ALLAMAH AL-FAHHAMAH AL-MURSYID ILAATHARIQ AL-SALAMAH AS-SYEKH MUHAMMAD NAFIS IBN IDRIS IBN HUEIN AL-BANJARI.
(TuanGuru yang sangat alim yang menunjukkan kejalan keselamatan Syekh Muhammad Nafis bin Idris bin Husein Al- Banjari)
Berbeda dengan syekh Muhammad Arsyad yang sepulang dari Makkah terus mengembangkan ilmu yang diperolehnya kepada masyarakat Desa Dalam Pagar dan banyak mempunyai kesempatan menulis sejumlah kitab,Datu Nafis atau Syekh Muhammad Nafis ini berkelana dari suatu daerah kedaerah lainnya sehingga beliau hanya sempat mengarang satu buah kitab yaitu
Kitab Ad-Durrun Nafis (Permata Yang Indah) kitab Ad durrun Nafis tersebut pada ,mulanya dikarang beliau karena permintaan dari teman temannya namun akhirnya banyak diminati dan tersebar keseluruh dunia dan membuat nama beliau menjadi harum, kitab Ad-Durun Nafis tersebut tidak saja dicetak atau diterbitkan didalam negeri,tetapi juga dicetak diluar negeri seperti ditemukan menurut urutan tahun adalah:
1.Terbitan thn 1313 H oleh Mathba'ah Al-Karimul Islamiah di Mekkah
2.Terbitanthn 1323 H oleh Mathba'ah Al-Miriah di Mekkah yang
terbuat sebagai hamisy (tepi) Kitab Hidayatus Salikin Karya Syekh
Abdus Shamad Al-Palembani
3.Terbitanthn1343 H oleh percetakan Musthafa Al-Babi Al-Halabi
wa Awladihi
4.Terbitan thn 1347 H oleh Darut Thaba'ah Al-Mishriyah Mesir
5.TerbitanKedai Sulaiman Mar'i,Bashrah Sreet Singapore tanpa
tahun
6Terbitan Maktabah Sulaiman Mar'i wa Syirkahu Surabaya
indonesia tanpa tahun
7.Terbitan Maktabah As-Saqafah tanpa tahun
8.Terbitan Maktabah Haramain Singapore tanpa tahun
9.Terbitan Ahmad Sa'ad bin Nabhan Surabaya tanpa tahun
10.Terbitan Maktabah salim Nabhan Surabaya tanpa tahun
 
Kitab yang berbahasa melayu ini merupakan kitab kecil dan tipis tetapi isinya sangat padat yaitu berisi ajaran Tauhid yang tinggi yang menjelaskan tentang ke ESA an ALLAH dari segi ZAT,SIFAT ASMA dan AF'AL tujuannya untuk melepaskan segala macam penyakit hati, tetapi kitab ini tidak bisa dipelajari oleh sembarangan orang, kecuali orang yang sudah mantap fiqih, tauhid dan ma'rifatnya, untuk menulis kitab ini Datu Nafis disamping menggunakan bahan yang diperolehnya dari guru guru beliau juga menggunakan literatur sebagai pengambilan antara lain dapat disebutkan sebagai berikut:
1.Muhammad bin Sulaiman Al-Jazuli Syarah Dalailul Khairat
2.Abdullah bin Hijazi As-Syarqawi Al-Mishri Syarah Wirdu Syahrin
3.Abdul Wahab Asy-Sya'rani Al-Jawahir wad Durar
4.Muhibbudin ibnu Arabi Futuhal Makiyyah Fushushul Hikam
5.Abdulghani An-Nabulusi Syarah Jawahirun Nushushu fi Halli
Kalimatil fushush
6.Ibnu ' Athaillah al-Iskandari Al-Hikam
7.Ibnu Raslan Syarah Hikam
8.Ibnu 'Abbad Syarah Hikam
9.Abdul Karim Al-Jili' Insanul kamil
10.Siddiq Ibnu 'Umar Syarah Qashidah 'ainiyyah
11.Sayyid Musthfa Ibnu Qamaruddin Al-Bakri Wirdi Syahrin
12.SyekhMuhammad bin Abdul karim As-samani Al-manhah Al-
Muhammadiyah,Iqhatsatul Lahfan,'Anwanul jaluwwah fii Sya'nil
Khalwah
13.Abu Hamid Al-Ghazali Ihya 'Ulumid Din ,Minhajul Abidin
14.abdullahbin Ibarahim Mirghani Mukhlish Mukhtasar Tuhfah al
Mursalah
15.Abdul karim Al-Qusyairi Risalah Qusayriah
 
Dalam kitab tersebut beliau menyatakan bahwa beliau pengikut Mazhab Syafi'i dalam Fiqih, Imam Asy'ari dalam hal Tauhid ,Imam Junaidi dalam Tasawuf, Qadiriyah Tarekatnya, syattariyah pakaiannya, naqsabandiyah amalannya, Khalwatiyah makanannya dan Sammaniyah minumannya.
Seorang yang kasyaf didaerah Amuntai yaitu Drs .Tabrani mengatakan bahwa kitab Ad-Durrun Nafis berisi bagian ilmu dari para wali , barang siapa mempelajarinya maka ia akan dicatat oleh para wali tersebut sebagai bagian dari mereka, ini merupakan salah satu karamah dari Datu syekh Muhammad nafis Al-Banjari, selain itu kubur beliau pernah berpindah dengan sendirinya empat kali dari Kotabaru, Pelaihari lalu Martapura dan terakhir diKelua dan inilah yang sering di ziarahi orang sampai sekarang.... tepatnya di Mahar Kuning Desa Binturu Kecamatan Kelua Kabupaten Tabalong Tanjung, beliau wafat sekitar tahun 1200 H atau 1780 M...
akhirul kalam assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh...
Sumber : -Datu Datu Terkenal Kalimantan Selatan........

KISAH DATU LANDAK

Datu Landak yang nama asli beliau adalah Syekh Muhammad Afif, lahir di Desa Dalam Pagar Martapura, Kabupaten Banjar Kalsel, silsilah beliau adalah : 
Syeikh Muhammad Afif bin Anang Mahmud bin Jamaluddin bin Kyai Dipasunda bin Pardi (Pangeran Dipanegoro),
sedari kecil beliau diasuh oleh orang tuanya yang berlimpahan dengan ilmu-ilmu agama hingga beliau terkenal karena kealimannya dan ketaatannya dalam menjalankan ibadah sesuai agama beliau karena itu ALLAH banyak memberikan beliau karamah dan kesaktian,dalam satu riwayat diberi gelar Datu Landak adalah karena pada waktu berzikir seluruh badan beliau juga ikut berzikir dan segenap bulu bulu dibadan beliau memancarkan cahaya hingga tegak seperti bulu binatang landak.


Pada tahun 1897 masyarakat Martapura ingin mendirikan mesjid Jami' yang kemudian para pengurusnya dipilih masyarakat adalah H.M.Nasir, H.M.Taher (Datu Kaya) dan H.M.Afif (Datu Landak) yang didukung oleh Raden Temenggung Kesuma Yuda dan Mufti H.M.Noor, Datu Landak diberikan kepercayaan untuk mencari kayu ulinatau kayu besi yang nantinya akan dijadikan tiang utama mesjid tersebut,dengan ditemani oleh Khalid, Idrus dan Lotoh berangkatlah mereka kepedalaman Kalimantan tengah,berbagai macam rintangan dapat mereka atasi sampai mereka bertemu dengan masyarakat pedalaman yaitu suku dayak, beliau kemudian meminta izin kepada masyarakat Dayak untuk mengambil kayu ulin yang terdapat didaerah situ,pemimpin adat suku dayak memperbolehkan beliau mengambil kayu ulin tersebut dengan syarat beliau harus mengalahkan mereka,karena kepala suku ini ingin menguji ilmu dan kesaktian beliau, sampai akhirnya beliau berhasil mengalahkan mereka dan mereka mengakuinya, sampai akhirnya mereka bersahabat,akhirnya berkat kesabaran dan kegigihan beliau bersama teman temannya akhirnya mereka menemukan kayu ulin tersebut dan sangat besar,menurut satu riwayat kayu ulin tersebut bukan ditebang seperti biasa tapi cuma dicabut begitu saja dengan tangannya kemudian ditarik beliau dengan kedua belah tangannya sampai kesungai barito, setelah diikat kayu itupun dihanyutkan disungai barito.
 

Konon bekas geseran batang pohon yang beliau tarik atau seret itu menjadi sungai kecil yang mengeluarkan intan yang sangat banyak sekali,oleh beliau intan intan tersebut dikumpulkan dan
ditanam kembali kedalam tanah dan disekelilingnya beliau pagar dengan rumpun bamban, setelah itu beliau bersama teman temannya kembali ke Dalam Pagar Martapura.
 

Padahari yang telah disepakati yaitu tepatnya pada hari minggu diputuskan untuk memancangkan atau mendirikan empat tiang utama, namun yang menjadi masalah bagaimana mendirikan keempat tiang guru mesjid yang besar dan panjangnya sama dengan tiang mesjid Sultan Suriansyah Kuin Banjarmasin tersebut, karenapada saat itu belum ada alat canggih seperti sekarang "tidak usah bingung, biar saya yang akan mengangkatnya '' kata Datu Landak, semua yang hadir jadi terdiam,ingin tahu yang akan diperbuat oleh Datu Landak...Puk..Puk....!!....beliau menepukkan tangan beliau kelantai dan keempat tiang utama kayu ulin yang besar tersebut serentak berdiri dengan sendirinya sesuai yang diinginkan,menyaksikan hal tersebut masyarakat yang hadir pada saat itu serentak mengucapkan " ALLAHU AKBAR"....
 

Begitulah sekelumit perjalanan seorang Wali Allah, makam beliau terletak disekitar makam Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari di Kalampayan.
Kalau ada kekurangan dalam penulisan riwayat ini al faqir minta maaf ampun sebesar besarnya kepada saudara saudaraku semua, wabillahi taufik walhidayah assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Sumber : Kisah Para Datu Terkenal di Kalimantan............

KISAH DATU SUBAN

Datu Suban sering disebut juga datu sya'iban ibnu zakaria zulkifli dgn ibunda bernama maisyarah, beliau hidup dikampung muning tatakan kabupaten tapin rantau kalimantan selatan, beliau semasa hidupnya mempunyai martabat tinggi dan mulia,peramah dan paling disegani yg patut diteladani oleh kita sebagai penerus dan pewaris yg hidup diabad modern ini.
Datu suban adalah guru dari semua datu orang muning, selain ahli ilmu tasawuf, datu suban juga ahli ilmu taguh (kebal), ilmu kabariat, ilmu dapat berjalan diatas air, ilmu maalih rupa, ilmu pandangan jauh, ilmu pengobatan, ilmu kecantikan, ilmu falakiah, ilmu tauhid dan ilmu firasat, dgn ilmu yang dimilikinya banyaklah org yg menuntut ilmu kepada beliau dan yg paling terkenal ada 13 orang.
1.Datu Murkat
2.Datu Taming Karsa
3.Datu Niang thalib
4.Datu Karipis
5.Datu Ganun
6.Datu Argih
7.Datu ungku
8.Datu Labai Duliman
9.Datu Harun
10.Datu Arsanaya
11.Datu Rangga
12.Datu Galuh Diang Bulan
13.Datu Sanggul

Diantara ilmu-ilmu yg selalu diajarkan dlm setiap kesempatan beliau selau mengajarkan ilmu mengenal diri (ilmu ma'rifat) dgn tarekat memusyahadahkan Nur Muhammad, hal ini tdklah mengherankan karena sebelum datu suban mengajarkan ajaran makrifat melalui tarekat Nur Muhammad ini, seorang ulama banjar yaitu syekh Ahmad Syamsuddin Al-Banjari telah menulis asal kejadian Nur Muhammad itu,yg naskahnya ditemukan oleh seorang orientalis bangsa Belanda R.O.Winested.
Datu suban dikenal sebagai wali Allah beliau memiliki karamah kasyaf yaitu terbukanya tabir rahasia bagi beliau sehingga dapat mengetahui sampai dimana kemampuan murid muridnya dlm menerima ilmu ilmu yg diberikannya, seperti akan menyerahkan kitab pusaka yg kemudian hari dinamakan kitab barencong, kitab tsb beliau serahkan kepada Datu Sanggul (abdussamad), murid terakhir yg belajar kepada beliau, menurut pandangan kasyaf beliau hanya abdussamad lah yg dapat menerima, mengamalkan dan mengajarkannya, karamah beliau yg lain beliau mengetahui ketika akan tiba ajalnya, ketika dari mata beliau keluar sebuah sosok yg rupanya sangat bagus, bercahaya dan berpakaian hijau, ini berarti tujuh hari lagi beliau akan berpindah alam, empat hari kemudian dari tubuh datu suban keluar lagi cahaya berwarna putih amat cemerlang, besarnya sama dgn tubuh beliau dan berbau harum semerbak, ini berarti tiga hari lagi beliau akan meninggalkan dunia fana ini,oleh karena itu beliau segera mengumpulkan semua murid muridnya, setelah semua muridnya berkumpul beliau berkata, "Murid murid yg aku cintai, kalian jangan terkejut dengan panggilan mendadak ini, karena pertemuan kita hanya hari ini saja lagi, nanti malam sekitar jam satu tengah malam aku akan meninggalkan dunia yg fana ini, hal ini sudah tidak bisa ditunda tunda lagi, karena ketentuan ALLAH telah berlaku"
Kemudian beliau membacakan firman ALLAH surat An-Nahal ayat 61 yang berbunyi: "Apabila sudah tiba waktu yang ditentukan maka tidak seorang pun yang dapat mengundurkannya dan juga tidak ada yang dapat mendahulukannya."
mendengar ucapan beliau itu semua yg hadir diam membisu seribu bahasa.
"Nah,waktuku hampir tiba"kata Datu suban memecah kesunyian itu.
"Mari kita berzikir bersama sama untuk mengantarkan kepergianku"kata Datu Suban lagi.
Semua murid dipimpin oleh beliau serentak mengucapkan zikir "Hu Allah...Hu Allah...Hu Allah..."
"Perhatikanlah .. apabila aku turun kurang lebih 40 hasta sampai pada batu berwarna merah sebelah dan hitam sebelah, aku berdiri disana nanti, maka pandanglah aku dengan sebenar benarnya, yang ada ini atau yang tiada nanti, lihatlah akau ada atau tiada, kalau ada masih diriku ini tidak menjadi tiada, berarti ilmu yang kuajarkan kepada kalian belum sejati, tetapi bila aku menjadi tiada berarti ilmu yang kuajarkan kepada kalian adalah ilmu sejati dan sempurna"
Setelah berkata demikian beliau diam, kemudian meletuslah badan Datu Suban dan timbul asap putih, hilang asap putih timbul cahaya (nur) yang memancar-mancar sampai keatas ufuk yang tinggi, kemudian lenyap ditelan kemunculn cahaya rembulan.
Semua yang hadir takjub menyaksikan kejadian itu, kemudian terdengar gemuruh ucapan murid murid beliau...Inna lillahi wainna ilaihi raaji'uun....

Kesah Datu Niang Thalib

Di daerah Rantau terdapat sebuah cerita rakyat yang mengisahkan seorang datu yang mempunyai kesaktian sangat tinggi, hanya dengan menghentakkan kaki ke tanah maka orang-orang yang ada di sekelilingnya akan jatuh tersungkur ke tanah. Datu tersebut bernama Datu Niang Thalib. Konon beliau masih hidup dan menjadi penguasa alam gaib di daerah Pulau Kadap (arah ke Sungai Puting).
Diceritakan juga bahwa apabila masyarakat ingin kesana (memancing) dianjurkan untuk membawa Tali Haduk (serabut pohon ijuk yang dianyam) supaya makhluk gaib tidak mengganggu, hal ini didasarkan pada cerita masyarakat bahwa Tali Haduk sebagai tanda orang tersebut adalah kerabat dari Datu Niang Thalib. Diceritakan juga bahwa Datu Niang Thalib adalah salah satu murid Datu Suban (Tatakan) yang memiliki ilmu Kabauriat Dunia.
Pada zaman dahulu di daerah Tatakan, mata pencaharian masyarakatnya adalah bertani, berkebun dan mencari rotan. Pada suatu hari, berangkatlah 7 orang Desa Muning (Tatakan) untuk mencari rotan di daerah hutan rawa Nipah Habang, Ketujuh orang itu adalah Pungut, Kaliangat, Dunguh, Umpangan, Kutui Umping, Durni Indang, dan Munat Incang.
Ketujuh orang ini berjalan memasuki hutan rawa yang sangat lebat ditumbuhi segala macam pohon yang hidup di daerah rawa. Rotan juga tumbuh subur disana. Setelah mereka tiba di daerah Nipah Habang yang kaya akan rotan, mereka pun langsung menebang rotan yang mereka cari.
Pada umumnya masyarakat setempat tidak berani memasuki daerah tersebut karena konon diceritakan di sana banyak dihuni makhluk gaib, terutama hantu yang suka mengganggu. Sudah banyak orang kampung yang melihat wujud-wujud yang menakutkan di daerah tersebut.
Dalam waktu singkat ketujuh orang tersebut sudah berhasil menebang rotan yang mereka perlukan. Rotan yang sudah ditebang dibuang kulitnya dan kemudian dijemur, karena proses penjemuran yang memerlukan waktu cukup lama, maka mereka bermalam selama tiga hari tiga malam. Setelah kering, rotan diikat, masing-masing seratus batang per ikat. Mereka pun pulang dengan membawa masing-masing satu ikatan.
Dalam perjalanan pulang, mereka bertemu dengan hantu yang sangat besar, hantu itu tidur di atas Pulantan (rumput liar yang sering tumbuh di pinggir sawah) yang tingginya hampir 15 meter. Saking besarnya, hantu itu tidur bersandar dipohon tersebut.
Begitu melihat hantu tersebut, ketujuh orang itu sangat ketakutan, meskupun hantu tersebut sedang tidur dan tidak mengetahui keberadaan mereka. Hantu itu tertidur sangat pulas dan dengkurannya terdengar sangat keras, hampir sama dengan suara harimau yang sedang marah.
Diantara ketujuh orang tersebut, hanya Durni Indang yang berani, sedangkan yang lainnya sudah bersiap-siap untuk lari. Durni Indang menyarankan pada temannya yang lain untuk mengikat hantu tersebut dengan rotan yang mereka bawa, akan tetapi yang lainnya menolak karena sudah sangat ketakutan.
Oleh karena itu, Durni Indang mengikat hantu itu sendirian, mulai dari ujung kaki sampai kepada bagian kepalanya. Ketujuh ikatan rotan yang mereka bawa habis digunakan untuk mengikat hantu itu. Meski sudah diikat, hantu tersebut tidak terbangun, malah semakin nyenyak tidurnya dan dengkurannya semakin keras.
Durni Indang berusaha membangunkan hantu itu dengan berteriak keras di depan telinganya yang besar, tapi ia tidak juga bangun. Durni Indang kemudian mencabut sebatang pohon yang cukup besar dan memukulkannya ke bagian biji kemaluan hantu itu. Setelah memukulkan pohon tersebut, kemaluan hantu tersebut bereaksi. Hantu itu kencing dan menggeliat bangun. Rotan yang diikatkan di sekujur tubuhnya putus dengan sangat mudahnya. Dengan raut muka yang marah dan sangat menakutkan, hantu itu melihat ke arah Durni Indang, Durni Indang pun lari ketakutan, tetapi dengan sangat mudahnya Durni Indang berhasil ditangkap oleh hantu itu hanya dengan mengayunkan tangannya ke depan, oleh karena ukuran tubuhnya yang sangat besar.
Durni Indang diletakkan di atas telapak tangannya dan diputar-putar seperti mempermainkan bola pimpong. Hantu itu sangat marah karena telah dibangunkan dari tidurnya.
Durni Indang terbunuh setelah diremas-remas, dan tubuhnya yang remuk kemudian dimakan oleh hantu itu. Hantu itu sebenarnya masih lapar, tapi karena tidak ada lagi yang bisa dimakan, maka ia pun tidur kembali.
Keenam orang yang berhasil melarikan diri, mendatangi kediaman Datu Niang Thalib di daerah hutan Hariyung Danau Belantai. Mereka menceritakan kejadian yang mereka alami dan apa yang dilakukan hantu itu pada Durni Indang kepada Datu Niang Thalib.
Setelah selesai bercerita, Datu Niang Thalib pergi sendirian ke tempat hantu tadi tidur. Datu Niang Thalib menepuk tangan hantu tersebut dan hantu itu langsung terbangun dan duduk dengan lemah lunglai karena sangat ketakutan melihat Datu Niang Thalib dihadapannya dengan raut muka yang menampakkan kemarahan.
Datu Niang Thalib berkata kepada hantu itu bahwa yang dimakannya itu adalah anak-cucunya dan Datu Niang Thalib akan membunuh hantu tersebut sebagai balasannya. Hantu tersebut meminta ampunan dari Datu Niang Thalib, tetapi Datu Niang Thalib tetap marah dan tetap berniat untuk membunuh hantu tersebut. Hantu itu mengajukan permintaan terakhirnya, ia ingin menjadi saudara angkat Datu Niang Thalib.
Makhluk gaib tersebut beralasan bahwa ia bukan hantu, sedangkan mukanya yang menyeramkan dan tubuh yang besar tersebut hanya merupakan baju yang dipakainya. Ia hanya sebagai penjaga daerah itu dari gangguan orang luar. Makhluk gaib itu kemudian melepaskan pakaiannya dan ternyata dibalik pakaian itu, hantu tersebut adalah pemuda yang sangat tampan, gagah dan berwajah simpatik.
Sebagai tanda persaudaraan, pemuda tersebut berjanji akan mengawinkan Datu Niang Thalib dengan adik perempuannya yang sangat cantik dan memiliki kulit putih kekuning-kuningan karena belum pernah terkena sinar matahari. Datu Niang Thalib ternyata juga termasuk laki-laki mata keranjang sehingga ia pun akhirnya sangat tertarik dengan janji yang diberikan pemuda tersebut, marahnya pun kemudian mereda.
Datu Niang Thalib kemudian dibawa oleh pemuda tadi ke rumahnya untuk melihat adik perempuan yang diceritakannya.
Setelah berjalan cukup lama, maka sampailah mereka ke kampung pemuda tersebut. Ternyata kampung itu adalah sebuah kerajaan megah. Datu Niang Thalib diperkenalkan dengan adiknya yang cantik dan tanpa berpikir terlalu lama, Datu Niang Thalib menikahi adik dari pemuda itu.
Setelah sepuluh hari kepergian Datu Niang Thalib, orang kampung Muning geger karena ia belum kembali, terlebih-lebih istri dan anaknya yang gelisah karena takut terjadi sesuatu yang buruk dengan suaminya. Istrinya tersebut kemudian melaporkan kejadian ini pada Datu Murkat.
Datu Murkat adalah seorang tertua dan dituakan di kampung Muning. Ia sangat dihormati oleh masyarakat kampung Muning karena kebaikan dan wibawanya, serta kesaktiannya yang sangat tinggi.
Ia merasa ikut bertanggungjawab atas apa yang telah menimpa keluarga Datu Niang Thalib. Setelah mempertimbangkan segala sesuatunya, Datu Murkat pun pergi mencari keberadaan Datu Niang Thalib. Datu Murkat didampingi oleh empat orang yang kesaktiannya setara denga kesaktian Datu Niang Thalib, keempat orang tersebut adalah Datu Karipis, Datu Ungku, Datu Taming Karsa dan Datu Ganun.
Berdasarkan keterangan dari enam orang pencari rotan yang berhasil selamat dari makhluk besar tadi, maka dengan mudahnya Datu Murkat dan keempat orang yang menyertainya, makhluk besar tersebut berhasil ditemukan dan Datu Murkat menangkap makhluk besar tersebut hanya dengan sebelah tangannya.
Dengan nada marah, Datu Murkat menanyakan keberadaan Datu Niang Thalib. Makluk gaib tersebut sangat ketakutan dan mengatakan bahwa Datu Niang Thalib dalam keadaan baik dan tidak terjadi sesuatu yang buruk terhadapnya, serta menceritakan bahwa Datu Niang Thalib telah memperistri adik perempuannya. Datu Murkat tidak percaya Datu Niang Thalib mau memperistri adik dari hantu yang wajahnya sangat menakutkan.
Setelah menjelaskan duduk perkaranya secara rinci, bahwa ia bukanlah hantu dan bentuk tubuhnya yang besar adalah hanya merupakan baju yang dipakinya saja, maka Datu Murkat dan keempat orang lainnya mengikuti pemuda tampan tersebut ke kampung tempat keberadaan Datu Niang Thalib.
Sebelum menemui Datu Niang Thalib, Datu Murkat dan keempat orang pendampingnya dibawa untuk menemui Raja untuk melaporkan kedatangan mereka di kampung kekuasaan raja tersebut.
Kemudian rombongan Datu Murkat dibawa menemui Tuan Putri. Mereka sangat kagum dengan kecantikan Tuan Putri dan terlebih-lebih tidak percaya bahwa laki-laki yang ada di sampingnya adalah Datu Niang Thalib.
Datu Niang Thalib meminta maaf kepada Datu Murkat karena telah merepotkan dan tidak memberi tahu bahwa ia telah tinggal menetap di sana. Setelah menjelaskan secara panjang lebar, Datu Murkat dapat mengerti.
Rombongan Datu Niang Thalib dijamu makanan dan minuman oleh Tuan Putri dan Datu Niang Thalib di kerajaannya. Mereka berbicara dan bergurau dalam jamuan tersebut.
Setelah hari menjelang sore, rombongan Datu Murkat minta pamit pulang. Istri muda Datu Niang Thalib menganjurkan agar mereka bermalam di kerajaannya. Tetapi Datu Murkat beralasan bahwa mereka takut disangka mengalami hal yang buruk akan mereka oleh orang-orang kampung Muning apabila bermalam di sana.
Sebelum mereka pulang, istri Datu Niang Thalib memberikan bungkusan kain kuning yang di dalamnya terdapat emas seberat setengah kilogram kepada Datu Murkat dan keempat orang yang menyertainya, selain itu juga satu bungkusan untuk istri Datu Niang Thalib di kampung Muning.
Datu Niang Thalib berpesan kepada rombongan Datu Murkat, bahwa apabila nanti anak-cucu mereka memasuki kawasan hutan di sekitar kerajaan itu, mereka harus membawa Tali Haduk karena penjaga kawasan hutan di daerah itu sudah diberi pesan bahwa yang membawa tali haduk adalah anak-cucu Datu Niang Thalib.
Sambil membicarakan tentang Datu Niang Thalib yang telah memiliki istri yang sangat cantik dan kerajaan yang megah, tidak terasa perjalanan rombongan Datu Murkat telah sampai di kampung Muning. Mereka langsung menemui istri Datu Niang Thalib dan menceritakan bahwa Datu Niang Thalib telah menetap dan memperistri seorang perempuan di sana. Pada awalnya istri Datu Niang Thalib tidak percaya dengan cerita itu, tapi begitu melihat bungkusan emas yang diberikan istri muda Datu Niang Thalib di sana, maka ia pun merasa sedikit terhibur dan dengan pasrah menerima apa yang telah terjadi pada dirinya dan anak-anaknya.

Jumat, 27 September 2013

PANGERAN ANTASARI

Pangeran Antasari (lahir di Kayu Tangi, Banjar, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan, 1797 atau 1809 – meninggal di Bayan Begok, Kabupaten Barito Utara, Provinsi Kalimantan Tengah, 11 Oktober 1862 pada umur 53 tahun) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Sebagai seorang pangeran, ia merasa prihatin menyaksikan kesultanan Banjar yang ricuh karena campur tangan Belanda pada kesultanan semakin besar. Gerakan-gerakan rakyat timbul di pedalaman Banjar. Pangeran Antasari diutus menyelidiki gerakan-gerakan rakyat yang sedang bergolak. Ia meninggal karena penyakit paru-paru dan cacar di pedalaman sungai Barito, Kalimantan Tengah. Kerangkanya dipindahkan ke Banjarmasin dan dimakamkan kembali di Taman Makam Perang Banjar Banjarmasin Utara, Banjarmasin. Perjuangan beliau dilanjutkan oleh puteranya Sultan Muhammad Seman dan mangkubumi Panembahan Muda (Pangeran Muhammad Said) serta cucunya Pangeran Perbatasari (Sultan Muda) dan Ratu Zaleha.

Pada 14 Maret 1862, beliau dinobatkan sebagai pimpinan pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar) dengan menyandang gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin dihadapan para kepala suku Dayak dan adipati (gubernur) penguasa wilayah Dusun Atas, Kapuas dan Kahayan yaitu Tumenggung Surapati/Tumenggung Yang Pati Jaya Raja.

Silsilah :

Semasa muda nama beliau adalah Gusti Inu Kartapati. Ayah Pangeran Antasari adalah Pangeran Masohut (Mas'ud) bin Pangeran Amir bin Sultan Muhammad Aminullah. Ibunya Gusti Hadijah binti Sultan Sulaiman. Pangeran Antasari mempunyai adik perempuan yang bernama Ratu Antasari/Ratu Sultan yang menikah dengan Sultan Muda Abdurrahman tetapi meninggal lebih dulu sebelum memberi keturunan. Pangeran Antasari tidak hanya dianggap sebagai pemimpin Suku Banjar, beliau juga merupakan pemimpin Suku Ngaju, Maanyan, Siang, Sihong, Kutai, Pasir, Murung, Bakumpai dan beberapa suku lainya yang berdiam di kawasan dan pedalaman atau sepanjang Sungai Barito.
 
Setelah Sultan Hidayatullah ditipu belanda dengan terlebih dahulu menyandera Ratu Siti (Ibunda Pangeran Hidayatullah) dan kemudian diasingkan ke Cianjur, maka perjuangan rakyat Banjar dilanjutkan pula oleh Pangeran Antasari. Sebagai salah satu pemimpin rakyat yang penuh dedikasi maupun sebagai sepupu dari pewaris kesultanan Banjar. Untuk mengokohkan kedudukannya sebagai pemimpin perjuangan umat Islam tertinggi di Banjar bagian utara (Muara Teweh dan sekitarnya), maka pada tanggal 14 Maret 1862, bertepatan dengan 13 Ramadhan 1278 Hijriah, dimulai dengan seruan:
"Hidup untuk Allah dan Mati untuk Allah!"

Seluruh rakyat, pejuang-pejuang, para alim ulama dan bangsawan-bangsawan Banjar; dengan suara bulat mengangkat Pangeran Antasari menjadi "Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin", yaitu pemimpin pemerintahan, panglima perang dan pemuka agama tertinggi.[6]

Tidak ada alasan lagi bagi Pangeran Antasari untuk berhenti berjuang, ia harus menerima kedudukan yang dipercayakan oleh Pangeran Hidayatullah kepadanya dan bertekad melaksanakan tugasnya dengan rasa tanggung jawab sepenuhnya kepada Allah dan rakyat.

Perlawanan terhadap Belanda
Lanting Kotamara semacam panser terapung di sungai Barito dalam pertempuran dengan Kapal Celebes dekat pulau Kanamit, Barito Utara Perang Banjar pecah saat Pangeran Antasari dengan 300 prajuritnya menyerang tambang batu bara milik Belanda di Pengaron tanggal 25 April 1859. Selanjutnya peperangan demi peperangan dipkomandoi Pangeran antasari di seluruh wilayah Kerajaan Banjar. Dengan dibantu para panglima dan pengikutnya yang setia, Pangeran Antasari menyerang pos-pos Belanda di Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut, Tabalong, sepanjang sungai Baritosampai ke Puruk Cahu.

Pertempuran yang berkecamuk makin sengit antara pasukan Khalifatul Mukminin dengan pasukan Belanda, berlangsung terus di berbagai medan. Pasukan Belanda yang ditopang oleh bala bantuan dari Batavia dan persenjataan modern, akhirnya berhasil mendesak terus pasukan Khalifah. Dan akhirnya Khalifah memindahkan pusat benteng pertahanannya di Muara Teweh.

Berkali-kali Belanda membujuk Pangeran Antasari untuk menyerah, namun beliau tetap pada pendirinnya. Ini tergambar pada suratnya yang ditujukan untuk Letnan Kolonel Gustave Verspijck di Banjarmasin tertanggal 20 Juli 1861.

“dengan tegas kami terangkan kepada tuan: Kami tidak setuju terhadap usul minta ampun dan kami berjuang terus menuntut hak pusaka (kemerdekaan)”

Dalam peperangan, belanda pernah menawarkan hadiah kepada siapa pun yang mampu menangkap dan membunuh Pangeran Antasari dengan imbalan 10.000 gulden. Namun sampai perang selesai tidak seorangpun mau menerima tawaran ini. Setelah berjuang di tengah-tengah rakyat, Pangeran Antasari kemudian wafat di tengah-tengah pasukannya tanpa pernah menyerah, tertangkap, apalagi tertipu oleh bujuk rayu Belanda pada tanggal 11 Oktober 1862 di Tanah Kampung Bayan Begok, Sampirang, dalam usia lebih kurang 75 tahun. Menjelang wafatnya, beliau terkena sakit paru-paru dan cacar yang dideritanya setelah terjadinya pertempuran di bawah kaki Bukit Bagantung, Tundakan.

Setelah terkubur selama lebih kurang 91 tahun di daerah hulu sungai Barito, atas keinginan rakyat Banjar dan persetujuan keluarga, pada tanggal 11 November 1958 dilakukan pengangkatan kerangka Pangeran Antasari. Yang masih utuh adalah tulang tengkorak, tempurung lutut dan beberapa helai rambut. Kemudian kerangka ini dimakamkan kembali Komplek Pemakaman Pahlawan Perang Banjar, Kelurahan Surgi Mufti, Banjarmasin.

Jika Pangeran Antasari selalu menekankan bahwa "Haram Menyerah" kepada musuh, maka semestinya ini bisa kita jadikan pencerahan untuk diri kita. Bisa saja kita menyemangati diri kita dengan semangat "Haram Menyerah" kepada kemiskinan, ketidak adilan atau apa saja yang hendak kita capai! Terkadang dengan kata semangat dan keingin dari diri sendiri, bukan mustahil ini bisa menjadi penambah kekuatan untuk diri kita dalam menggapai apa yang kita inginkan-dalam arti tujuan yang mulia tentunya!!!
 
Pangeran Antasari telah dianugerahi gelar sebagai Pahlawan Nasional dan Kemerdekaan oleh pemerintah Republik Indonesia berdasarkan SK No. 06/TK/1968 di Jakarta, tertanggal 23 Maret 1968. Nama Antasari diabadikan pada Korem 101/Antasari dan julukan untuk Kalimantan Selatan yaitu Bumi Antasari. Kemudian untuk lebih mengenalkan P. Antasari kepada masyarakat nasional, Pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) telah mencetak dan mengabadikan nama dan gambar Pangeran Antasari dalam uang kertas nominal Rp 2.000.

Alasan:
1 Karena Pangeran Antasari memiliki segudang ilmu dan prestasi yang sangat besar.
2.Karena Pangeran Antasari adalah pahlawan Indonesia.
3.Karena Pangeran Antasari adalah pahlawan nasional dan kemerdekaan oleh pemerintah republic Indonesia.

Rabu, 25 September 2013

PAHLAWAN PATTIMURA

  1. Pattimura lahir pada tanggal 8 Juni 1783 dari ayah Frans Matulesi dengan Ibu Fransina Silahoi. Munurut M. Sapidja ( penulis buku sejarah pemerintahan pertama) mengatakan bahwa “pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau merupakan nama orang di negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan"

    Ia adalah pahlawan yang berjuang untuk Maluku melawan VOC Belanda. Sebelumnya Pattimura adalah mantan sersan di militer Inggris. pada tahun 1816 Inggris bertekuk lutut kepda belanda. Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817 mendapat tantangan keras dari rakyat. Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di bawah pimpinan Kapitan Pattimura.

    Sebagai panglima perang, Kapitan Pattimura mengatur strategi perang bersama pembantunya. Sebagai pemimpin dia berhasil mengoordinir raja-raja dan patih dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, memimpin rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan pangan dan membangun benteng-benteng pertahanan. Dalam perjuangan menentang Belanda ia juga menggalang persatuan dengan kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi dan Jawa. Perang Pattimura hanya dapat dihentikan dengan politik adu domba, tipu muslihat dan bumi hangus oleh Belanda.

    Di Saparua, dia dipilih oleh rakyat untuk memimpin perlawanan. Untuk itu, ia pun dinobatkan bergelar Kapitan Pattimura. Pada tanggal 16 Mei 1817, suatu pertempuran yang luar biasa terjadi. Rakyat Saparua di bawah kepemimpinan Kapitan Pattimura tersebut berhasil merebut benteng Duurstede. Tentara Belanda yang ada dalam benteng itu semuanya tewas, termasuk Residen Van den Berg.
    Pasukan Belanda yang dikirim kemudian untuk merebut kembali benteng itu juga dihancurkan pasukan Kapitan Pattimura. Alhasil, selama tiga bulan benteng tersebut berhasil dikuasai pasukan Kapitan Patimura. Namun, Belanda tidak mau menyerahkan begitu saja benteng itu. Belanda kemudian melakukan operasi besar-besaran dengan mengerahkan pasukan yang lebih banyak dilengkapi dengan persenjataan yang lebih modern. Pasukan Pattimura akhirnya kewalahan dan terpukul mundur. Di sebuah rumah di Siri Sori, Kapitan Pattimura berhasil ditangkap pasukan Belanda. Bersama beberapa anggota pasukannya, dia dibawa ke Ambon. Di sana beberapa kali dia dibujuk agar bersedia bekerjasama dengan pemerintah Belanda namun selalu ditolaknya. Para tokoh pejuang akhirnya dapat ditangkap dan mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan pada tanggal 16 Desember 1817 di kota Ambon. Atas kegigihannya memperjuangkan kemerdekaan, Kapitan Pattimura dikukuhkan sebagai “Pahlawan Perjuangan Kemerdekaan” oleh pemerintah Republik Indonesia.

LEGENDA PARIKINAN


  1. Parikinan artinya ahli hitung yaitu orang yang memberi apa saja mesti dihitung untung ruginya. Suatu hari Parikinan berbicara dengan isterinya.
                    “ Kita ini hidup susah, jadi bisa-bisa kita saja. Kalau ada tetangga yang minta punting api itu artinya dia mengambil sebuah puntung kita. Coba kamu hitung, maka artinya bila sepuluh orang yang minta api sepuluh puntung kita akan rugi. Padahal sepuluh puntung itu bisa untuk kita sekali memasak,” ujarnya mencerocos.
                    Lalu dia meneruskan, “ Belum lagi kalau kita sedang makan ada yang datang, terpaksa kembali mengajak makan. Untung kalau yang datang itu paham, tapi kalau yang tidak paham setelah ditawari cepat mengaut nasi. Maka makannya banyak, bertambah tak henti-hentinya. Setelah makan ikut  merokok pula. Matilah kita kalau hidup di tengah orang banyak,” ujar Parikinan.
                    Lalu sang isteri menjawab, “ Tapi macam itulah orang semua sudah namanya hidup bertetangga.”
                    “ Makanya aku ingin kita berdiam jauh dengan orang. Biar ke ujung kampong. Sekira tidak ada lagi orang yang meminta-minta dengan kita,” ujar Parikinan.
                    Mendengar pembicaraan sang suami seperti itu berdiamlah sang isteri. Besoknya Parikinan sibuk menyusun pakaian dan segala barang dirumahnya, dibantu oleh isterinya. Dia akan berpindah ke ujung kampung. Setelah semua barangnya dibuat ke jukung, kemudian di kayuhnya ke arah hulu. Isterinya duduk di depan bertunduk memakai tanggui, dia malu kalau-kalau terlihat tetangga.
                    Setelah seharian berkayuh lalu sampailah ke tempat yang sunyi, tidak ada orang. Suara burungpun tidak terdengar. Kemudian Parikinan membuat rampa disana. Juga sawah dan kebunnya.
                    Singkat cerita, sampai hari raya haji. Lalu Parikinan ingat mau pergi ke kota mencari daging kurban, karena dia ingat kalau tiap hari raya haji di kampungnya dulu banyak orang menyembelih sapi dan kambing.
                    Belum pagi isterinya sudah dibangunkan oleh Parikinan. Disuruhnya memasak untuk bekal ke kota. Setelah cukup segala macam bekal kemudian berangkatlah sepasang suami isteri itu ke hilir sungai. Lalu berbelok ke matahari tenggelam. Pukul tiga sore baru sampai ke tujuan. Tapi disana dilihatnya sapi-sapi yang akan disembelih itu kurus-kurus. Dipikirkannya, daripada dapat daging sapi kurus, lebih baik dia pergi ke arah matahari terbit. Disana bisa-bisa memperoleh sapi yang gemuk.
                    Lalu berpaling menuju arah matahari terbit. Sesampainya di sana, ternyata orang yang berkurban sedikit sekali. Karena itu Parikinan tidak mendapat bagian.
                    Daripada tidak dapat sama sekli ia balik mendatangi daging sapi kurban yang kurus tadi saja. Lalu dengan cepat memutar haluan perahunya, mengayuh sekuat tenaga menuju arah matahari tenggelam. Tapi dasar nasib Parikinan benar-benar sial. Sesampainya disana orang-orang sudah selesai membagi daging, sampai tidak tersisa. Yang tertinggal cuma bekasnya saja.
                    Dengan hati yang kesal, perut keroncongan, turunlah Parikinan ke perahu mau menyantap bekalnya. Setelah membuka nasi lalu menuang sayur dan ikannya dari dalam bumbung. Tapi ikan itu lengket dalam bumbung, tidak mau keluar. Bumbung tadi dihentakkannya ke ujung perahu, tapi karena terlalu kuat menghentak. Lantas ikannya keluar terpelanting mencemplung ke dalam air. Parikinan marah lalu mengambil serapang. Ditombaknya ikan yang jatuh tadi. Serapangnya lengket. Dikiranya pas kena ikan yang jatuh itu, lantas ia tidak berani mengangkat. Kalau diangkat takut ikannya terjatuh kembali. Parikinan lalu bercebur mencari ujung serapangnya. Sang isteri tidak bersuara lagi melihat kelakuan suaminya.
                    Tengah menyelam itu, si isteri masih memandang pusaran air, tiba-tiba datang anjing kelaparan menyambar nasi yang terbuka tidak diberi tutup. Isterinya melihat tapi sudah terlambat, anjingnya lari dengan cepat.
                    Parikinan menyusuri ujung serapangnya, ternyata pas tersangkut dibatang kayu. Sebagian pun tak lagi ada ikannya. Hati Parikinan benci sekali tak tertahankan lalu naik keatas. Hatinya semakin benci setelah tahu nasinya dicuri anjing. Terduduk dia diburitan perahu termangu memikirkan nasibnya yang sial.
                    Tengah duduk termangu itu kemudian hadir sesosok orangtua naik perahu kecil sambil berkata,”Hai anakku ! Aku tahu kamu termangu sakit hati. Tapi aku ingin menolongmu. Biarlah yang berlalu jangan disesali dan jadikan sebagai pelajaran bagi kamu untuk dimasa yang akan datang. Ini kamu akan kuberi batu tiga buah. Hentakkan batu ini ke tanah, apa yang kau inginkan dengan seizin Tuhan akan jadi kenyataan.”
                    Tak lama kemudian orangtua itu menghilang.
                    Senang sekali hati Parikinan mendapat batu pemberian orangtua itu. Cepat-cepat dia pulang ke rumah. Sampai dirumah hari sudah tengah malam. Isterinya tertidur kelelahan. Parikinan tidak bisa tidur hanya memegang batu yang tiga buah itu saja. Lalu timbul kata hati untuk mencoba, benar tidaknya batu itu berkhasiat. Lalu ia berkata, “ Kalau aku minta kaya, perutku tetap saja lapar, tapi kalau aku minta nasi, aku tidak kaya.”
                    Tengah dia berbicara sendiri itu isterinya terbangun. Karena mendengar suaminya berbicara sendiri. Parikinan memutuskan.
                    “ Nah, sebaiknya aku minta kaya saja,” ujarnya dengan tekad yang bulat.
                    Lantas sebuah batu dihentakkannya ke tanah. Tapi saat dia mengatakan minta kaya itu, bersamaan dengan kaki isterinya menginjak kaki Parikinan. Lalu dikatakan,” Minta kaya kaki!”
    Lalu tumbuhlah kaki dibagian tubuh Parikinan sampai ke muka.
                    Melihat tubuh suaminya penuh dengan kaki sakit hati sang isteri. Lalu dia bertanya sambil menangis sesenggukan, adakah mempunyai batunya lagi. Berceritalah Parikinan bahwa masih ada dua buah batu lagi.
                    “Kalau begitu, sebuah lagi batu itu agar kaki itu hilang semua,” ujar isterinya.
                    Parikinan kemudian mengambil batu yang sebuah.
                    “Hei batu, hilangkanlah semua kaki yang ada ditubuhku ini,” ujarnya sambil menghentakkan  batu ke tanah.
                    Sekejap mata, semua kaki ditubuh Parikinan hilang, gaib, termasuk kaki yang asal. Jadi seperti guling saja Parikinan sekarang. Karena tidak berkaki lagi.
                    Menangis kembali sang isteri melihat suaminya tidak punya kaki. Lalu dia minta supaya suaminya menggunakan batu yang ketiga, supaya kakinya dapat kembali seperti semula.
                    “ Hati-hati saja. Jangan meminta-minta yang lain, asal kembali saja kakinya,” ujar isterinya.
                    Akhirnya digunakanlah batu yang ketiga dan kembalilah kakinya seperti semula. Jadi, sedikit tidak ada dia mendapat keuntungan dari batu pemberian orangtua itu. Itulah balasan Tuhan kepada orang yang terlalu rakus dan tamak dengan harta, tidak mau apa adanya.***