DATU DAN WALI

=============================================================================================

Mari kita dukung pelestarian khazanah cerita rakyat Daerah Kalimantan Selatan seperti Maharaja sukarama dan raja-raja dari kerajaan negara daha, perebutan tahta pangeran samudera dengan pangeran tumenggung, legenda raja gubang, datu panglima amandit, datung suhit dan datuk makandang, datu singa mas, datu kurba, datu ramanggala di ida manggala, datu rampai dan datu parang di baru sungai raya, datu ulin dan asal mula kampung ulin, datu sangka di papagaran, datu saharaf parincahan, datu putih dan datu karamuji di banyu barau, legenda batu laki dan batu bini di padang batung, legenda gunung batu bangkai loksado, datu suriang pati di gambah dalam, legenda datu ayuh sindayuhan dan datu intingan bambang basiwara di loksado, kisah datu ning bulang di hantarukung, datu durabu di kalumpang, datu baritu taun dan datu patinggi di telaga langsat, legenda batu manggu masak mandin tangkaramin di malinau, kisah telaga bidadari datu awang sukma di hamalau, kisah gunung kasiangan di simpur, kisah datu kandangan dan datu kartamina, datu hamawang dan datu kurungan serta sejarah mesjid quba, tumenggung antaludin dan tumenggung mat lima mempertahankan benteng gunung madang, panglima bukhari dan perang hamuk hantarukung di simpur, datu naga ningkurungan luk sinaga di lukloa, datu singa karsa dan datu ali ahmad di pandai, datu buasan dan datu singa jaya di hampa raya, datu haji muhammad rais di bamban, datu janggar di malutu, datu bagut di hariang, sejarah mesjid ba angkat di wasah, dakwah penyebaran agama islam datu taniran di angkinang, datu balimau di kalumpang, datu daha, datu kubah dingin, makam habib husin di tengah pasar kandangan, kubur habib ibrahim nagara dan kubah habib abu bakar lumpangi, kubur enam orang pahlawan di taal, makam keramat bagandi, kuburan tumpang talu di parincahan, pertempuran garis demarkasi dan kubur Brigjen H.M. Yusi di karang jawa, pahlawan wanita aluh idut di tinggiran, panglima dambung di padang batung, gerombolan Ibnu hajar, sampai cerita tentang perang kemerdekaan Divisi IV ALRI yang dipimpin Brigjen H. Hasan Baseri dan pembacaan teks proklamasinya di Kandangan. Semuanya adalah salah satu aset budaya dan sejarah bagi Kalimantan Selatan.

Selasa, 04 Februari 2014

LEGENDA CINDELARAS

Kerajaan Jenggala dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raden Putra. Ia didampingi oleh seorang permaisuri yang baik hati dan seorang selir yang memiliki sifat iri dan dengki. Raja Putra dan kedua istrinya tadi hidup di dalam istana yang sangat megah dan damai. Hingga suatu hari selir raja merencanakan sesuatu yang buruk pada permaisuri raja. Hal tersebut dilakukan karena selir Raden Putra ingin menjadi permaisuri.

Selir baginda lalu berkomplot dengan seorang tabib istana untuk melaksanakan rencana tersebut. Selir baginda berpura-pura sakit parah. Tabib istana lalu segera dipanggil sang Raja. Setelah memeriksa selir tersebut, sang tabib mengatakan bahwa ada seseorang yang telah menaruh racun dalam minuman tuan putri. "Orang itu tak lain adalah permaisuri Baginda sendiri," kata sang tabib. Baginda menjadi murka mendengar penjelasan tabib istana. Ia segera memerintahkan patih untuk membuang permaisuri ke hutan dan membunuhnya.


Sang Patih segera membawa permaisuri yang sedang mengandung itu ke tengah hutan belantara. Tapi, patih yang bijak itu tidak mau membunuh sang permaisuri. Rupanya sang patih sudah mengetahui niat jahat selir baginda. "Tuan putri tidak perlu khawatir, hamba akan melaporkan kepada Baginda bahwa tuan putri sudah hamba bunuh," kata patih. Untuk mengelabui raja, sang patih melumuri pedangnya dengan darah kelinci yang ditangkapnya. Raja merasa puas ketika sang patih melapor kalau ia sudah membunuh permaisuri.


Setelah beberapa bulan berada di hutan, sang permaisuri melahirkan seorang anak laki-laki. Anak itu diberinya nama Cindelaras. Cindelaras tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas dan tampan. Sejak kecil ia sudah berteman dengan binatang penghuni hutan. Suatu hari, ketika sedang asyik bermain, seekor rajawali menjatuhkan sebutir telur ayam. Cindelaras kemudian mengambil telur itu dan bermaksud menetaskannya. Setelah 3 minggu, telur itu menetas menjadi seekor anak ayam yang sangat lucu. Cindelaras memelihara anak ayamnya dengan rajin. Kian hari anak ayam itu tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang gagah dan kuat. Tetapi ada satu yang aneh dari ayam tersebut. Bunyi kokok ayam itu berbeda dengan ayam lainnya. "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra...", kokok ayam itu

Cindelaras sangat takjub mendengar kokok ayamnya itu dan segera memperlihatkan pada ibunya. Lalu, ibu Cindelaras menceritakan asal usul mengapa mereka sampai berada di hutan. Mendengar cerita ibundanya, Cindelaras bertekad untuk ke istana dan membeberkan kejahatan selir baginda. Setelah di ijinkan ibundanya, Cindelaras pergi ke istana ditemani oleh ayam jantannya. Ketika dalam perjalanan ada beberapa orang yang sedang menyabung ayam. Cindelaras kemudian dipanggil oleh para penyabung ayam. "Ayo, kalau berani, adulah ayam jantanmu dengan ayamku," tantangnya. "Baiklah," jawab Cindelaras. Ketika diadu, ternyata ayam jantan Cindelaras bertarung dengan perkasa dan dalam waktu singkat, ia dapat mengalahkan lawannya. Setelah beberapa kali diadu, ayam Cindelaras tidak terkalahkan.

Berita tentang kehebatan ayam Cindelaras tersebar dengan cepat hingga sampai ke Istana. Raden Putra akhirnya pun mendengar berita itu. Kemudian, Raden Putra menyuruh hulubalangnya untuk mengundang Cindelaras ke istana. "Hamba menghadap paduka," kata Cindelaras dengan santun. "Anak ini tampan dan cerdas, sepertinya ia bukan keturunan rakyat jelata," pikir baginda. Ayam Cindelaras diadu dengan ayam Raden Putra dengan satu syarat, jika ayam Cindelaras kalah maka ia bersedia kepalanya dipancung, tetapi jika ayamnya menang maka setengah kekayaan Raden Putra menjadi milik Cindelaras.


Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam Cindelaras berhasil menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton bersorak sorai mengelu-elukan Cindelaras dan ayamnya. "Baiklah aku mengaku kalah. Aku akan menepati janjiku. Tapi, siapakah kau sebenarnya, anak muda?" Tanya Baginda Raden Putra. Cindelaras segera membungkuk seperti membisikkan sesuatu pada ayamnya. Tidak berapa lama ayamnya segera berbunyi. "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra...," ayam jantan itu berkokok berulang-ulang. Raden Putra terperanjat mendengar kokok ayam Cindelaras. "Benarkah itu?" Tanya baginda keheranan. "Benar Baginda, nama hamba Cindelaras, ibu hamba adalah permaisuri Baginda."


Bersamaan dengan itu, sang patih segera menghadap dan menceritakan semua peristiwa yang sebenarnya telah terjadi pada permaisuri. "Aku telah melakukan kesalahan," kata Baginda Raden Putra. "Aku akan memberikan hukuman yang setimpal pada selirku," lanjut Baginda dengan murka. Kemudian, selir Raden Putra pun di buang ke hutan. Raden Putra segera memeluk anaknya dan meminta maaf atas kesalahannya Setelah itu, Raden Putra dan hulubalang segera menjemput permaisuri ke hutan.. Akhirnya Raden Putra, permaisuri dan Cindelaras dapat berkumpul kembali. Setelah Raden Putra meninggal dunia, Cindelaras menggantikan kedudukan ayahnya. Ia memerintah negerinya dengan adil dan bijaksana.

LEGENDA BAWANG MERAH & PUTIH

Zaman dahulu kala di sebuah desa tinggal sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan seorang gadis remaja yang cantik bernama bawang putih. Mereka adalah keluarga yang bahagia. Meski ayah bawang putih hanya pedagang biasa, namun mereka hidup rukun dan damai. Namun suatu hari ibu bawang putih sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Bawang putih sangat berduka demikian pula ayahnya.

Di desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang Merah. Semenjak ibu Bawang putih meninggal, ibu Bawang merah sering berkunjung ke rumah Bawang putih. Dia sering membawakan makanan, membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang Putih dan ayahnya mengobrol. Akhirnya ayah Bawang putih berpikir bahwa mungkin lebih baik kalau ia menikah saja dengan ibu Bawang merah, supaya Bawang putih tidak kesepian lagi.


Dengan pertimbangan dari bawang putih, maka ayah Bawang putih menikah dengan ibu bawang merah. Awalnya ibu bawang merah dan bawang merah sangat baik kepada bawang putih. Namun lama kelamaan sifat asli mereka mulai kelihatan. Mereka kerap memarahi bawang putih dan memberinya pekerjaan berat jika ayah Bawang Putih sedang pergi berdagang. Bawang putih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang merah dan ibunya hanya duduk-duduk saja. Tentu saja ayah Bawang putih tidak mengetahuinya, karena Bawang putih tidak pernah menceritakannya.


Suatu hari ayah Bawang putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sejak saat itu Bawang merah dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena terhadap Bawang putih. Bawang putih hampir tidak pernah beristirahat. Dia sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air mandi dan sarapan bagi Bawang merah dan ibunya. Kemudian dia harus memberi makan ternak, menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai. Lalu dia masih harus menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak pekerjaan lainnya. Namun Bawang putih selalu melakukan pekerjaannya dengan gembira, karena dia berharap suatu saat ibu tirinya akan mencintainya seperti anak kandungnya sendiri.


Pagi ini seperti biasa Bawang putih membawa bakul berisi pakaian yang akan dicucinya di sungai. Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak di pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya. Hari itu cuaca sangat cerah. Bawang putih segera mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya. Saking terlalu asyiknya, Bawang putih tidak menyadari bahwasalah satu baju telah hanyut terbawa arus. Celakanya baju yang hanyut adalah baju kesayangan ibu tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju ibu tirinya telah hanyut terlalu jauh. Bawang putih mencoba menyusuri sungai untuk mencarinya, namun tidak berhasil menemukannya. Dengan putus asa dia kembali ke rumah dan menceritakannya kepada ibunya.


“Dasar ceroboh!” bentak ibu tirinya. “Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mencari baju itu! Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kau belum menemukannya. Mengerti?”


Bawang putih terpaksa menuruti keinginan ibun tirinya. Dia segera menyusuri sungai tempatnya mencuci tadi. Mataharisudah mulai meninggi, namun Bawang putih belum juga menemukan baju ibunya. Dia memasang matanya, dengan teliti diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke sungai, siapa tahu baju ibunya tersangkut disana. Setelah jauh melangkah dan matahari sudah condong ke barat, Bawang putih melihat seorang penggembala yang sedang memandikan kerbaunya. Maka Bawang putih bertanya: “Wahai paman yang baik, apakah paman melihat baju merah yang hanyut lewat sini? Karena saya harus menemukan dan membawanya pulang.” “Ya tadi saya lihat nak. Kalau kamu mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya,” kata paman itu.


“Baiklah paman, terima kasih!” kata Bawang putih dan segera berlari kembali menyusuri. Hari sudah mulai gelap, Bawang putih sudah mulai putus asa. Sebentar lagi malam akan tiba, dan Bawang putih. Dari kejauhan tampak cahaya lampu yang berasal dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera menghampiri rumah itu dan mengetuknya.

“Permisi…!” kata Bawang putih. Seorang perempuan tua membuka pintu.
“Siapa kamu nak?” tanya nenek itu.

“Saya Bawang putih nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang hanyut. Dan sekarang kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam ini?” tanya Bawang putih.

“Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya nenek.
“Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya Bawang putih.

“Ya. Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku menyukai baju itu,” kata nenek. “Baiklah aku akan mengembalikannya, tapi kau harus menemaniku dulu disini selama seminggu. Sudah lama aku tidak mengobrol dengan siapapun, bagaimana?” pinta nenek.Bawang putih berpikir sejenak. Nenek itu kelihatan kesepian. Bawang putih pun merasa iba. “Baiklah nek, saya akan menemani nenek selama seminggu, asal nenek tidak bosan saja denganku,” kata Bawang putih dengan tersenyum.


Selama seminggu Bawang putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap hari Bawang putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja nenek itu merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu, nenek pun memanggil bawang putih.

“Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku senang karena kau anak yang rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiah!” kata nenek.
Mulanya Bawang putih menolak diberi hadiah tapi nenek tetap memaksanya. Akhirnya Bawang putih memilih labu yang paling kecil. “Saya takut tidak kuat membawa yang besar,” katanya. Nenek pun tersenyum dan mengantarkan Bawang putih hingga depan rumah.

Sesampainya di rumah, Bawang putih menyerahkan baju merah milik ibu tirinya sementara dia pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya. Alangkah terkejutnya bawang putih ketika labu itu terbelah, didalamnya ternyata berisi emas permata yang sangat banyak. Dia berteriak saking gembiranya dan memberitahukan hal ajaib ini ke ibu tirinya dan bawang merah yang dengan serakah langsun merebut emas dan permata tersebut. Mereka memaksa bawang putih untuk menceritakan bagaimana dia bisa mendapatkan hadiah tersebut. Bawang putih pun menceritakan dengan sejujurnya.


Mendengar cerita bawang putih, bawang merah dan ibunya berencana untuk melakukan hal yang sama tapi kali ini bawang merah yang akan melakukannya. Singkat kata akhirnya bawang merah sampai di rumah nenek tua di pinggir sungai tersebut. Seperti bawang putih, bawang merah pun diminta untuk menemaninya selama seminggu. Tidak seperti bawang putih yang rajin, selama seminggu itu bawang merah hanya bermalas-malasan. Kalaupun ada yang dikerjakan maka hasilnya tidak pernah bagus karena selalu dikerjakan dengan asal-asalan. Akhirnya setelah seminggu nenek itu membolehkan bawang merah untuk pergi. “Bukankah seharusnya nenek memberiku labu sebagai hadiah karena menemanimu selama seminggu?” tanya bawang merah. Nenek itu terpaksa menyuruh bawang merah memilih salah satu dari dua labu yang ditawarkan. Dengan cepat bawang merah mengambil labu yang besar dan tanpa mengucapkan terima kasih dia melenggang pergi.


Sesampainya di rumah bawang merah segera menemui ibunya dan dengan gembira memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut bawang putih akan meminta bagian, mereka menyuruh bawang putih untuk pergi ke sungai. Lalu dengan tidak sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata bukan emas permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan binatang-binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan lain-lain. Binatang-binatang itu langsung menyerang bawang merah dan ibunya hingga tewas. Itulah balasan bagi orang yang serakah......

Senin, 03 Februari 2014

KISAH DATU TANIRAN

Jika anda berwisata ke bumi Antaludin, maka mampirlah di makam Al Allamah Syekh H. Sa’dudin (H.M Thayib) di Taniran Kecamatan angkinang yang jaraknya ± 8 km dari kota Kandangan. Beliau merupakan buyut dari pengarang kitab Sabilal Muhtadin, Datu Kelampayan Syekh Maulana H.Muhammad Arsyad Al Banjari.

Beliau termasuk sala seorang wali Allah SWT yang sepanjang hidupnya digunakan untuk da’wah agama Islam guna menegakkan kalimat Tauhid agar manusia selamat dunia dan akhirat. Untuk lebih jelasnya mengenai keadaan beliau dimasa hidupnya dapat dipelajari melalui biografi atau manakib beliau.Makam/kubah Datu Taniran ini merupakan makam yang paling sering dan banyak dikunjungi orang, jika dibandingkan dengan makam/kubah lainya yang terdapat di Kabupaten Hulu Sungai Selatan.

KISAH DATU AMAWANG

Datu Hamawang atau Datu Bungkul bergelar Tumenggung Raksa Yuda atau Pangeran Kecil, dan gelar Datu Hamawang inilah yang lebih dikenal. Datu Hamawang selain orang yang sakti mandraguna, beliau juga sebagai seorang pahlawan dan sebagai seorang ulama panutan yang sangat disegani dan dihormati oleh masyarakat, sehingga segala keputusan yang akan dilaksanakan di daerah tersebut terlebih dahulu meminta saran dan pendapat bahkan persetujuan beliau. Menurut penuturan orang-orang tua, yang mula-mula memeluk agama islam di daerah ini adalah Datu Hamawang, kemudian beliau menyebarkan agama islam dan membangun sebuah mesjid di hamawang (mesjid Quba) di bantu oleh Datu Ulin dan Datu Basuhud yang akhirnya kawin dengan adik Datu Hamawang yang bernama Datu Salayan. Menurut cerita, Datu Hamawang adalah orang yang dikaruniai umur yang panjang, umur beliau mencapai 300 tahun.
Datu Hamawang mempunyai 4 orang bersaudara:
1. Datu Balimbur. Beliau juga disebut Datu Kurungan, karena beliau memelihara buaya putih dalam kurungan, konon ketika Pangeran Suriansyah mendirikan istana kerajaan (sekarang lokasi Mesjid Kuin), buaya putih ini ikut juga membantunya. Terakhir beliau bermukim di daerah Barito. Zuriyat beliau adalah Garuntung Manau dan Garuntung Waluh, suku Dayak Biaju Hampatung. Sekarang zuriyat beliau ada di Hamawang, Sungai Kudung, Telaga Langsat, Lumpangi dan Daerah Barito.
2. Datu Hamawang atau Datu Bungkul. Zuriyat beliau sekarang ada di Hamawang, Sungai Raya, Sungai Kali, Sarang Halang, Pagar Haur, Malutu dan Sungai Kudung.
3. Datu Tambunau atau TUMENGGUNG ANTALUDIN. Zuriyat beliau adalah Pambalah Batung dan Datu Dambung, dan sekarang zuriyat beliau ini ada di sekitar Sungai Kudung, Madang, Padang Batung, Kaliring, Hamawang, Sungai Gula, Puruk Cahu, Sumatera dan daerah Pegunungan Meratus (Gunung Panginangan Ratu dan Cantung). Datu Tambunau terkenal sebagai pejuang yang sakti mandraguna, pantang menyerah terhadap penjajah Belanda. Konon beliau mempunyai baju layang yang bisa digunakan sebagai sayap untuk terbang. Setelah peperangan melawan Belanda (Perang Gunung Madang) selesai, beliau bertapa di Gunung Panginangan Ratu. Dari nama beliau itulah akhirnya Kandangan di namakan BUMI ANTALUDIN, karena beliau dengan gagah berani mempertahankan Kandangan dari penjajah Belanda di benteng madang.
4. Datu Salayan (Ratu Ibuk) bergelar Ratu Komala Sari atau Ratu Mayang Sari, yang kemudian kawin dengan Datu Basuhud. Mereka akhirnya menetap di Alai Barabai. Zuriyat beliau sekarang ada di Hamawang, Sungai Kudung, Banyu Barau, Gambah, Alai (Barabai) dan Malaysia.
Tanah Banjar dikenal memiliki sekian banyak ulama yang berjasa dalam dakwah dan pendidikan di berbagai pelosok banua, bahkan pengaruhnya telah melebar ke daerah lain sampai ke negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei Darussalam. Sangat disayangkan, lemahnya tradisi tulis di kalangan masyarakat Banjar menjadikan tidak sedikit kiprah para ulama tempo dulu yang tidak sampai ke generasi sekarang. Sebagian yang berhasil direkam juga terkadang berbentuk informasi pseudo historis yang masih simpang siur, banyak versi, dan cukup sulit dibuktikan secara ilmiah. Fenomena ini dapat dilihat misalnya pada cerita tentang datu-datu yang berkembang di masyarakat Banjar. Terkadang ada campur tangan politik, meskipun dalam pengertian yang paling sederhana, seperti ingin memperkuat status sosial dengan menghubungkan diri sebagai keturunan atau pihak yang berada dalam lingkaran dalam ketokohan seorang datu. Wallahu a’lam. Terlepas dari itu semua, tulisan ini berupaya menghadirkan sekilas tentang Datu Hamawang sebagai salah seorang ulama Banjar tempo dulu yang belum banyak tersentuh oleh kajian ilmu sejarah. tanpa bermaksud mengkotak-kotakkan antara satu paham ulama dengan paham ulama lainnya. Namun mengingat biografi ini bersifat dinamis, dalam arti suatu saat bisa direvisi dan datanya ditambah, maka tentu saja bagi Anda yang berminat menjadikannya sebagai sumber agar mencantumkan pula tanggal akses agar tidak merancukan data di kemudian hari.
           Pada sekitar awal abad ke-19 Masehi, di lembah sungai Hamandit (Amandit) yang termasuk kabupaten Hulu Sungai Selatan sekarang, dikenal seorang tokoh bernama Temenggung Raksa Yuda, yakni seorang turunan raja Negara Dipa Pangeran Sukarama (kakeknya Pangeran Samudera/Sultan Suriansyah). Beliau dikenal sebagai Datu Hamawang karena berdiam di kampung Hamawang (yang belakangan berkembang menjadi kota Kandangan). Disebut juga Datu Bungkul, konon lantaran melawan penjajah Belanda dengan menggunakan senjata berupa parang bungkul; dikenal pula sebagai Pangeran Kecil lantaran termasuk seorang bangsawan. Menurut M. Said (2011), motif Pangeran Kecil ini lari dari kemegahan Istana karena menghindari kekalutan perebutan singgasana.
           Datu Hamawang memiliki 3 orang saudara, yakni Datu Balimbur sebagai saudara tertua yang bermukim di daerah Barito dan menjadi Kepala Suku Dayak Biaju (Ngaju) Hampatung. Kala itu belum dikenal perbedaan suku antara Banjar dan Dayak. Di antara keturunan Datu balimbur ini antara lain Garuntung Manau dan Garuntung Waluh yang dikenal sebagai prajurit-prajurit Pangeran Antasari. Adik Datu Hamawang yang laki-laki adalah Datu Tambunan yang lebih dikenal sebagai Tumenggung Antaludin yang juga salah seorang Panglima Pangeran Antasari, komandan Benteng Madang (sekarang termasuk kecamatan Padang Batung). Entah mengapa Antaluddin kemudian lebih dikenal sehingga kota Kandangan sering disebut Bumi Antaluddin, dan nama beliau juga diabadikan sebagai nama Jembatan utama kota Kandangan. Adik beliau yang satunya lagi adalah seorang perempuan yang bernama Datu Salayan atau Datu Ibuk. Nama aslinya adalah Ratu Komala Sari yang bersuamikan seorang Arab bernama Datu Basuhud. Datu inilah yang mengIslamkan Datu Hamawang, sehingga kemudian menjadi tokoh Islam penting di masa-masa awal perkembangannya di wilayah Amandit (Kandangan) tersebut.
           Setelah memeluk Islam dan menjadi ulamanya, Datu Hamawang kemudian memimpin pembangunan mesjid Quba di kampung Hamawang. Mesjid ini sekarang sudah direnovasi total dengan konstruksi beton, namun tetap mempertahankan karakteristik arsitektur lokal. Menurut folklore yang beredar di Kandangan, Datu Hamawang ini juga melakukan pembangunan Mesjid Jannatul Anwar di jantung Desa Lumpangi Kecamatan Loksado yang semula dirintis oleh keluarga Habib Hasan bin Hasyim Assegaf Taniran.
           Salah satu turunan Datu Hamawang adalah Tumenggung Matlima yang juga seorang Panglima pendukung Pangeran Antasari dalam perang di Tanah Dusun (Hulu Barito). Tumenggung Matlima sekarang diabadikan sebagai nama jembatan Loklua (pasar kandangan), eks jembatan baayun.
           Menurut folklor yang diperoleh, Datu Hamawang tidak diketahui makamnya karena menghilang seiring pengejaran Belanda terhadap Pangeran Hidayatullah. Satu hal yang jelas, Datu Hamawang menurunkan keturunan yang pada umumnya penduduk Kandangan dan sekitarnya. Oleh karena itu, urang Kandangan memperingati jasa-jasa Datu Hamawang dengan menggelar acara haulan yang lazimnya pada akhir Bulan Shafar secara safari; maksudnya dilaksanakan pada lokasi yang berbeda-beda di setiap tahunnya. Bahkan, pemrakarsanya tidak tanggung-tanggung, yaitu Ir. H.M. Said, mantan Gubernur Kalsel yang asli urang Hamawang. Acara haul tahun 2011 digelar di Pasar Lumpangi Kecamatan Loksado yang diperkirakan dihadiri tidak kurang dari 1.000 undangan

KISAH DATU AHMAD

Tugas dakwah tidaklah mengenal waktu dan tempat, dari sekian banyak keturunan Datu Kalampayan yang berdakwah di luar daerah adalah 'Alimul Allamah Haji Ahmad bin Alimul Allamah Mufti Haji Muhammad As'ad anak dari Syarifah binti Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari, beliau adalah salah satu ulama yang sempat menimba ilmu secara langsung dari Datuk beliau yaitu Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari dan dari ayahnya sendiri yang merupakan seorang Mufti di kala itu, seorang yang ber ilmu lagi mengamalkan ilmunya, rendah hati, pemurah, penyabar dan di segani segenap lapisan masyarakat karena berani menegakkan kebenaran.
Beliau mendapat tugas untuk menyebarkan ilmu di daerah Balimau Kandangan, dengan ilmu yang beliau miliki dari hasil belajar dengan datuk nenek beliau yang berpengatahuan luas, beliau melakukan dakwah, beliau merupakan anak ketiga dari 12 bersaudara keturunan dari mufti Syeikh Muhammad As'ad bin Syarifah binti Syeikh Muhammad Arsyad al Banjari, adapun anak anak dari Syeikh Muhammad As'ad adalah :
1. Alimul Allamah Haji Abu Thalhah wafat dan dimakamkan di Tenggarong Kutai kalimantan Timur
2. Allimul Allamah Haji Abu hamid wafat dan di makamkan di Ujung Pandaran Sampit kalimantan Tengah
3. Allimul Allamah Haji Ahmad wafat dan dimakamkan di Balimau Kandangan kalimantan Selatan
4. Allimul Allamah Haji Muhammad Arsyad lamak Mufti Pagatan dimakamkan di Pagatan Tanah Bumbu Kalsel.
5. Allimul Allamah Haji Sa'dudin wafat dan dimakamkan di kampung Taniran Kubah Kandangan Kalsel.
1. Saudah
2. Rahmah
3. Saidah
4. Salehah
5. Sunbul
6. Limir
7. Afiah
Konon menurut cerita masyarakat makam beliau yang sekarang ,yang terletak di daerah balimau adalah bukan tempat beliau di makamkan pertama kali.dahulunya setelah beliau wafat di makamkan di satu tempat namun tanpa di ketahui makam tersebut hilang, tapi pada satu malam makam beliau hilang tersebut terlihat satu cahaya terang benderang dari makam beliau yang pertama berpindah ke makam beliau yang sekarang ini.juga menurut penuturan masyarakat setempat ditempat makam beliau yang pertama telah di jadikan sarang maksiat oleh para perampok, oleh sebab itulah maka makam beliau berpindah dengan sendirinya dengan ijin Allah SWT ketempat yang lebih baik.
Mudah mudahan Allah SWT selalu mencurahkan rahmat-Nya untuk beliau dan seluruh keluarganya juga murid muridnya dan seluruh orang orang yang mencintai beliau amiin Ya Robbal Alamiin.