DATU DAN WALI

=============================================================================================

Mari kita dukung pelestarian khazanah cerita rakyat Daerah Kalimantan Selatan seperti Maharaja sukarama dan raja-raja dari kerajaan negara daha, perebutan tahta pangeran samudera dengan pangeran tumenggung, legenda raja gubang, datu panglima amandit, datung suhit dan datuk makandang, datu singa mas, datu kurba, datu ramanggala di ida manggala, datu rampai dan datu parang di baru sungai raya, datu ulin dan asal mula kampung ulin, datu sangka di papagaran, datu saharaf parincahan, datu putih dan datu karamuji di banyu barau, legenda batu laki dan batu bini di padang batung, legenda gunung batu bangkai loksado, datu suriang pati di gambah dalam, legenda datu ayuh sindayuhan dan datu intingan bambang basiwara di loksado, kisah datu ning bulang di hantarukung, datu durabu di kalumpang, datu baritu taun dan datu patinggi di telaga langsat, legenda batu manggu masak mandin tangkaramin di malinau, kisah telaga bidadari datu awang sukma di hamalau, kisah gunung kasiangan di simpur, kisah datu kandangan dan datu kartamina, datu hamawang dan datu kurungan serta sejarah mesjid quba, tumenggung antaludin dan tumenggung mat lima mempertahankan benteng gunung madang, panglima bukhari dan perang hamuk hantarukung di simpur, datu naga ningkurungan luk sinaga di lukloa, datu singa karsa dan datu ali ahmad di pandai, datu buasan dan datu singa jaya di hampa raya, datu haji muhammad rais di bamban, datu janggar di malutu, datu bagut di hariang, sejarah mesjid ba angkat di wasah, dakwah penyebaran agama islam datu taniran di angkinang, datu balimau di kalumpang, datu daha, datu kubah dingin, makam habib husin di tengah pasar kandangan, kubur habib ibrahim nagara dan kubah habib abu bakar lumpangi, kubur enam orang pahlawan di taal, makam keramat bagandi, kuburan tumpang talu di parincahan, pertempuran garis demarkasi dan kubur Brigjen H.M. Yusi di karang jawa, pahlawan wanita aluh idut di tinggiran, panglima dambung di padang batung, gerombolan Ibnu hajar, sampai cerita tentang perang kemerdekaan Divisi IV ALRI yang dipimpin Brigjen H. Hasan Baseri dan pembacaan teks proklamasinya di Kandangan. Semuanya adalah salah satu aset budaya dan sejarah bagi Kalimantan Selatan.

Minggu, 19 Mei 2013

LEGENDA LIANG MENGURANG

Dalam bahasa daerah di Kaliman Barat, “Liang Mengurang” berarti “Gua Jadi-Jadian”. Kata “Liang” sendiri dalam bahasa daerah Kalimantan Barat berarti lubang,. akan tetapi, yang dimaksud dalam cerita ini adalah gua (lubang gua).Sedangkan kata “Mengurang” berarti “menjadi” atau “Jadi-Jadian” 
Di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, ada sebuah bukit, namanya Bukit Liang. Dinamakan Bukit Liang karena di bukit itu banyak terdapat gua. Liang Mengurang terletak di Kabupaten Kapuas Hulu, Propinsi Kalimantan Barat. Kabupaten Kapuas Hulu terletak di tengah Pulau Kalimantan. Liang Mengurang berbentuk datar. Liang ini dianggap angker oleh penduduk karena sering terjadi kejadian-kejadian aneh di kawasan itu. Inilah legendanya.
Legenda Liang Mengurang bermula dari sebuah peristiwa yang terjadi pada zaman permulaan penjajahan Belanda di daerah Kalimantan Barat. Dikisahkan pada waktu itu harga getah jelutung (getah merah) sedang melonjak. Getah ini merupakan salah satu hasil pokok hutan di Kalimantan Barat. Di hutan-hutan sekitar Liang Mengurang banyak tumbuh pohon jelutung yang menghasilkan getah merah itu. Hingga kini pun masih banyak pohon jelutung dan banyak kelelawar di daerah ini..
Ada tiga orang laki-laki penduduk Kabupaten Kapuas Hulu yang pekerjaannya mencari getah merah di dalam hutan sekitar gua itu. Karena mereka ingin mendapatkan hasil yang  lebih banyak, maka mereka pun bermalam di hutan sekitar gua itu. Seminggu sekali barulah mereka pulang ke kampung halamannya. Oleh karena itu, mereka membuat gubuk (Ntirong dalam bahasa Kaliman Barat) sebagai tempat menginap sementara di dalam hutan.
Gubuk /Ntirong yang mereka dirikan itu biasanya tidak jauh letaknya dari mulut Gua Mengurang (Liang Mengurang). Menurut penuturan para orang tua dahulu, pada malam yang nahas itu adalah malam ketika ketiga laki-laki itu bermalam. Pada malam itu,, sedang bulan purnama dan langit amat cerah. Secercah awan pun seperti tidak di langit.
Di langit yang biru kehitaman itu tampak jelas bintang-bintang yang bertaburan mengilelingi rembulan. Banyak kelelawar berterbangan rendah di atas Liang Mengurang. Karena ketiga laki-laki itu merasa kepanasan tinggal di dalam gubuk/ntirong, mereka pun memutuskan untuk duduk-duduk di depan pondok sambil berbincang-bincang tentang rencana pekerjaan mereka untuk keesokan harinya.
Pada saat mereka sedang asyik berbincang-bincang, tiba-tiba muncullah dari mulut gua tiga orang gadis berambut panjang. Kulit ketiga gadis itu berwarna kuning langsat dan tubuhnya semampai. Ketiga gadis cantik itu mengenakan baju berwarna coklat kemerah-merahan. Gadis-gadis itu berjalan menghampiri pondok para pencari getah merah dengan pandangan menggoda.
Melihat gadis-gadis cantik itu, ketiga laki-laki itu sangat terpesona. Salah seorang dari ketiga laki-laki pencari getah merah, yang bernama Rontak,spontan menyapa ketiga gadis itu. Rontak dengan basi-basi menawari mereka untuk singgah masuk ke dalam gubuk.
 Diluar dugaan  ajakan Rontak ternyata diterima oleh ketiga orang gadis itu Setelah duduk beberapa saat, salah seorang dari gadis-gadis itu bertanya, “Apakah saudara-saudara ini sudah makan? Jika belum, kami dapat memasak. Tidak usah malu kepada kami.”
“Belum. Coba kalian tolong kami untuk memasak karena kami sudah lelah bekerja seharian.” Jawab ketiga laki-laki pencari getah itu serempak.
Ketiga gadis aneh itu pun dengan senang hati membantu mereka memasak. Ikan yang mereka tangkap di sungai dengan bubu siang tadi dibawa oleh dua gadis ke belakang untuk dibersihkan. Gadis yang seorang lagi tidak ikut ke belakang. Ia sedang asyik bercengkerama dengan si Rontak.
Namun diam-diam kedua teman Rontak mulai curiga kepada gadis-gadis cantik itu. Secara sembunyi-sembunyi mereka mengintai kedua gadis yang sedang membersihkan ikan di belakang. Mereka hati-hati sekali, jangan sampai kedua gadis itu tahu bahwa kerja mereka sedang diperhatikan. 
Sejenak kedua lelaki itu pun tercengang dan takut. Mereka melihat kedua gadis aneh itu  membersihkan ikan tidak dengan pisau seperti lazimnya. Akan tetapi, mereka membersihkan ikan-ikan itu dengan kuku-kuku mereka yang panjang mengkilat dan runcing. Dan kadang-kadang mereka membersihkan ikan-ikan itu dengan gigi mereka. Darah ikan itu mereka isap sampai habis.
Melihat keganjilan itu, kedua laki-laki itu saling berpandangan dengan tak bisa menyembunyikan rasa takutnya, lalu keduanya berbisik, “Mereka bukan manusia yang sesungguhnya, tetapi mereka adalah hantu jadi-jadian.”
Mereka kemudian bermufakat untuk melarikan diri karena mereka berpikir bahwa mereka tidak mungkin dapat menang melawan hantu. Dengan isyarat keduanya memanggil Rontak untuk diajak berpura-pura mengambil air ke sungai untuk keperluan memasak. Dari sungai mereka akan langsung melarikan diri. 
Akan tetapi, Rontak yang sudah amat terpesona dengan salah seorang gadis misterius itu tidak menghiraukan panggilan dan bahasa isyarat kedua temannya. Rontak justru marah-marah karena merasa keasyikannya terganggu. Rontak pun berseru dengan marah, “Urus saja diri kalian! Jangan ganggu aku, saya sibuk sekali!.”
Mendengar teriakan Rontak itu, dan Nampak sekali Rontak tidak menghiraukan panggilan mereka, keduanya pun tidak mengajaknya lagi. Kedua laki-laki itu pura-pura meminta izin untuk mengambil air kepada kedua gadis gadis yang sedang membersihkan ikan itu. Salah seorang dari gadis itu berseru, “Cepat sedikit ya! Jangan lama-lama pergi ke sungai agar kita segera makan dan pesta bersama.”
Setelah dirasa kedua gadis aneh itu tak melihatnya lagi, kedua laki-laki yang pergi ke sungai itu langsung melarikan diri ke kampung mereka malam itu juga tanpa berani menoleh lagi ke belakang. Baru menjelang subuh, mereka tiba di kampung dalam keadaan letih dan lesu. Pada waktu mereka tiba, mereka langsung melaporkan kepada orang kampung tentang segala peristiwa yang telah terjadi.
Mendengar cerita kedua teman Rontak itu, maka pada keesokan harinya, orang-orang kampung pergi ke hutan yang dekat dengan gua itu. Namun ketika tiba di sana, mereka sudah terlambat.Mereka menemukan Rontak telah menjadi mayat. Sementara ketiga gadis aneh itu sudah tidak tampak lagi. Bekas-bekasnya pun tak ada. 
Jejak yang tertinggal pada tumbuh Rontak mengerikan. Mayat Rontak tampak pucat pasi karena kehabisan darah. Lidahnya terjulur keluar dan matanya pun terbalik ke atas seperti orang yang sedang dilanda ketakutan amat sangat. Di beberapa bagian tubuh mayat Rontak itu juga terdapat bekas-bekas gigitan, terutama di bagian lehernya.
Warga kampung pun bermusyawarah untuk mengatasi hal yang menakutkan itu. Beruntung kemudian tampil salah seorang dari penduduk kampung yang tampaknya bukan orang sembarangan dan amat berani. Ia telah mendapatkan gagasan untuk mengatasi hal itu dan penduduk kampung setuju dengan gagasan itu.
Sesuai dengan rencana, satu bulan kemudian orang bijaksana itu mengajak dua orang temannya yang pemberani untuk bermalam di gubuk dekat itu pada saat bulan purnama untuk membuktikan cerita kedua teman Rontak. Benar apa yang diduga oleh orang bijaksana itu, tak lama setelah menunggu, tiba-tiba datang tiga orang gadis cantik mendatangi mereka seperti halnya kejadian yang diceriterakan teman-teman Rontak pada bulan lalu. Mereka bertiga pun sesuai dengan rencana yang telah disepakati, diam-diam minta izin untuk pergi ke sungai, sementara ketiga gadis itu beristirahat di dalam gubuk/ntirong.
Namun sebenarnya, ketiga laki-laki itu hanya berpura-pura saja pergi ke sungai. Diam-diam mereka kembali dan kemudian menyiramkan bensin ke sekeliling gubuk sampai ke kolong gubuk pula. Ketiga gadis jadi-jadian yang berada di dalam gubuk beranjak ke luar ketika mencium bau bensin. Akan tetapi, mereka tidak sampai ke luar karena pada saat itu juga bensin langsung dibakar oleh ketiga laki-laki pemberani itu.
Api menyala dengan cepat membakar gubuk itu. Dari dalam gubuk terdengar bunyi gaduh dan teriakan ketiga gadis misterius itu. Namun tidak lama kemudian teriakan itu berubah menjadi bunyi mencicit yang kian lama kian melemah. Akhirnya, bunyi cicitan itu lenyap sama sekali bersamaan dengan habisnya gubuk dilahap api.
Pada keesokan harinya, mereka menemukan bangkai kelelawar yang telah menjadi abu. Sejak kejadian itu, gua itu dinamakan oleh penduduk Gua Mengurang atau Liang Mengurang. Artinya, Gua Menjadi atau Gua Jadi-jadian. Hingga saat ini gua itu dianggap angker oleh penduduk setempat dan di sana banyak sekali terdapat kelelawar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar