Kubah Syekh Muhammad Nafis Bin Idris atau yang disebut warga Kelua
adalah Kubah Darrun Nafis terletak di sebuah desa kecil yang namanya
adalah Desa Bahungin, Kubah ini sering sekali dikunjungi dan di ziarahi
oleh penduduk sekitar, bahkan dari kota jauh lainnya pun banyak yang
berdatangan ke Kubah Syech Muhammad Nafis ini.
|
Kubah tampak samping |
Bermacam-macam niat yang dimiliki peziarah datang ke kubah ini, ada
peziarah yang datang dengan niat membayar Nazar yang hajatnya sudah
terkabul, yang tentunya ALLAH SWT lah yang mengabulkan. Ada pula yang
datang sekedar berziarah saja ke makam Beliau, dikarenakan beliau
adalah tokoh ulama besar penyiar agama islam di kota kelua dan
sekitarnya, para peziarah tidak lupa membawa kembang ataupun membelinya
di dekat lokasi kubah tersebut dan meletakkannya di atas kubur beliau.
Dulunya Kubah Syech Muhammad Nafis ini tidak seindah sekarang, bangunan
fisiknya hampir keseluruhan terbuat dari kayu, seiring ramainya
pengunjung yang berziarah, maka Pemerintah Daerah dan pihak-pihak
terkait yang ikut membantu pembangunan ini terus melakukan renovasi
berkali-kali, sampai terlaksana seperti sekarang ini (pada gambar).
|
Pintu gerbang masuk Kubah |
Sejarah permulaan masuk dan perkembangan Islam di Banjarmasin pada
dasarnya tidak lepas dari jasa Syekh Muhammad Nafis al-Banjari, peranan
dan perjuangan para ulama dan tokoh-tokoh Islam yang hidup pada masa
dulu. Salah satu dari sekian banyak para ulama dimaksud yang cukup
populer namanya tidak hanya di banua, akan tetapi juga di Asia Tenggara
adalah Syekh M. Nafis bin Ideris bin Al Husien Al Banjary. Di samping
dikenal sebagai ulama yang ahli di bidang syariat (fiqih) beliau juga
ahli di bidang tasawuf, dan telah menulis sebuah kitab yang berjudul
Al-Durr al-Nafis, di mana sampai sekarang isi dari kitab tersebut masih
menjadi materi perdebatan kontroversi para ulama, karena ajaran-ajaran
tasawufnya yang dianggap beraliran Wahdatul Wujud. Siapakah Syekh
Muhammad Nafis? Bagaimana sejarah kehidupan dan perjuangan dakwahnya?
Dan bagaimanakah pemikiran paham tasawufnya? Adalah sejumkah pertanyaan
menarik untuk dikaji lebih jauh lagi. Tulisan singkat ini berusaha untuk
membutiri kembali sejarah kehidupan, perjuangan dan pemikiran beliau.
|
Makam Syech Muhammad Nafis |
Muhammad Nafis merupakan seseorang yang berasal dari kalangan bubuhan
keluarga bangsawan kerajaan Banjar. Beliau dilahirkan di salah satu desa
yang sekarang termasuk sebagai bagian wilayah Martapura. Secara pasti
tahun kelahiran beliau belum dapat dipastikan, namun menurut Laily
Mansur merujuk pada kitab Al-Durr al-Nafis yang ditulisnya bertahun 1200
H atau 1785 M, dan jika umurnya waktu itu lebih kurang 50 tahun, maka
diperkirakan beliau dilahirkan pada tahun 1150 H/1735 M. Akan tetapi
karena beliau dikatakan hidup sezaman dengan Syekh Muhammad Arsyad Al
Banjary yang lahir pada tahun 1122 H/1710 M maka penulis lebih condong
dan berasumsi bahwa umur beliau tentu tidak jauh beda dengan usia
Muhammad Arsyad. Karena itu besar kemungkinan tahun kelahiran Muhammad
Nafis sama atau mendekati tahun kelahiran Muhammad Arsyad, bedanya
hanyalah lebih muda atau lebih tua, yakni antara tahun 1700-1720.
|
Musholla tampak samping |
Adanya bakat dan kecerdasan yang tinggi dibanding dengan teman-teman
sebayanya waktu itu, kelebihan-kelebihan tertentu yang tidak dimiliki
oleh anak-anak yang lain, dan tanda-tanda akan menjadi seorang ulama
besar, sebagaimana yang juga terlihat dalam diri Syekh Muhammad Arsyad,
membuat Sultan Banjar tertarik. Sehingga pada akhirnya Muhammad Nafis
pun dikirim ke Mekkah bersama Muhammad. Arsyad untuk belajar dan
mendalami ilmu-ilmu agama serta ilmu-ilmu lainnya yang berguna untuk
diterapkan dalam pengembangan dan pemberdayaan masyarakat Banjar ketika
itu. Salah satu dari ilmu agama yang digelutinya, bahkan menjadikan ia
populer adalah ilmu tasawuf. Dalam ilmu tasawuf dan tariqat ini Muhammad
Nafis telah berguru kepada Syekh Abdullah Ibn Hijazi al Syarkawi al
Misri, Syekh Siddiq Ibn Umar Khan, Syekh Muhammad Ibn Abdul Karim Samman
al Madani, Syekh Abdurrahman Ibn Abdul Aziz al Maghribi dan Syekh
Muhammad Ibn Ahmad al Jauhari. Karena itu sebenarnya di bidang ilmu
tasawuf dan tariqat yang seguru dengan Syekh Muhammad Arsyad Al Banjary
dan Abdussamad Al Palimbani.
|
Jalan di Kubah |
Ahmadi Isa memperkirakan bahwa Muhammad Nafis pulang ke Banjarmasin pada
tahun 1210 H/1795. Di mana pada masa itu yang memerintah di kerajaan
Banjar adalah Sultan Tahmidillah (Raja Islam Banjar XVI, 1778-1808 M).
Setelah kembali ke Banjarmasin ia lebih mengarahkan dakwahnya ke daerah
Kelua (Kabupaten Tabalong) dan sekitarnya sebagai daerah penting di
pedalaman Kalimantan Selatan, jantung penyebaran Islam dan kunci masuk
menuju daerah Kalimantan Timur. Sehingga dalam abad XVIII dan abad XIX
daerah Kelua merupakan pusat penyiaran Islam di bagian Utara Kalimantan
Selatan dan memiliki andil dalam gerakan-gerakan penyebaran Islam sampai
kepada masa perjuangan merebut kemerdekaan.
Melihat lokasi yang menjadi medan gerak dakwahnya di atas penulis
berasumsi bahwa besar kemungkinan kembalinya Syekh Muhammad Nafis ke
banua terkemudian dari Syekh Muhammad Arsyad, itulah sebabnya ia lebih
mengarahkan gerakan dakwahnya ke daerah Kelua dan sekitarnya yang masih
kosong dan memerlukan pembinaan keagamaan. Karena perjuangan dakwah
untuk Banjarmasin, Martapura dan daerah sekitarnya telah diisi oleh
Syekh Muhammad Arsyad, sedangkan perjuangan dakwah untuk daerah bagian
Selatan Banjarmasin seperti Rantau, Tambarangan dan sekitarnya dilakukan
oleh Datu Sanggul, dan daerah Paringin-Balangan oleh Datu Kandang Haji.
|
Surau Kecil tempat do'a selamatan |
Di samping itu boleh jadi pula bahwa dijadikannya Kelua sebagai pusat
gerakan dakwahnya, disebabkan oleh ketidaksenangan Muhammad Nafis
terhadap Belanda yang waktu itu sudah mulai ikut campur dan menguasai
pusat kerajaan Islam Banjar. Kelua juga merupakan daerah yang strategis
untuk kegiatan dakwah dan penyebaran agama Islam, karena letaknya di
bagian utara kerajaan Islam Banjar waktu itu merupakan kunci masuk dan
wilayah perbatasan antara wilayah kekuasaan kerajaan Banjar (Kalimantan
Selatan) dengan wilayah Kalimantan bagian Tengah dan Kalimantan Bagian
Timur.
Berbeda dengan Syekh Muhammad Arsyad yang lebih populer sebagai ulama
syariat (ahli fiqih), Muhammad Nafis lebih dikenal sebagai seorang yang
ahli tasawuf atau ulama tasawuf sampai ke negara-negara Asia Tenggara
melalui bukunya Al-Durr al-Nafis. Judul lengkapnya adalah Al Durr al
Nafis fi Bayan Wahdat al Af’al wa al Asma’ wa al Sifat wa al Zat, Zat al
Taqdis, artinya Mutiara yang Indah yang Menjelaskan Kesatuan Perbuatan,
Nama, Sifat dan Zat yang Suci, yang menurut riwayat ditulis dalam
bahasa Arab Melayu berdasarkan permintaann kawan-kawannya dengan harapan
dapat dibaca oleh mereka yang tidak pandai berbahasa Arab, ketika ia
masih mukim di Mekkah.
|
Tempat berwudhu |
Sebagaimana Syekh Muhammad Arsyad yang mendapatkan ijazah khalifah dalam
Tariqat Sammaniyah (Zafri Zamzam), maka Muhammad Nafispun diakui oleh
gurunya menguasai ilmu tasawuf dan tariqat yang diajarkan kepadanya
dengan baik, sehingga dia diberi gelar oleh gurunya sebagai Syekh
Mursyid. Gelar ini merupakan pengakuan bahwa ia boleh mengajarkan
tasawuf dan tariqat kepada orang lain. Ketinggian ilmu tasawuf yang
dimiliki oleh Muhammad Nafis juga terlihat dari gelar yang diberikan
kepadanya, sebagaimana tercantum pada halaman pertama kitab Al-Durr
al-Nafis yang ditulisnya, yakni Maulana al Allamah al Fahhamah al
Mursyid ila Tariq al Salamah al Syekh Muhammad Nafis Ibn Idris al
Banjary. Itulah sebabnya wajar jika kitabnya tersebut memiliki pengaruh
yang luas terhadap orang-orang yang hidup di zamannya, dan sesudahnya,
serta tersebar ke berbagai daerah di Nusantara, bahkan Timur Tengah.....
semoga bermanfaat,,,,,,,,,,,,,,,,
BalasHapus