Konon dikisahkan ketika dunia masih sedikit penduduknya, di desa Tenukung Renayas hidup dua orang laki-laki bernama Aji dan Kilip.Di daerah Tenukung Renayas yang berarti ‘keadaan yang serba kosong dan sepi’, hidup mereka serba susah dan tidak ada kemajuan apa-apa. Oleh karena merasa tidak puas terhadap keadaan hidupnya, mereka bermufakat untuk pergi mencari pengetahuan ke daerah lain sehingga kelak dapat digunakan untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Keduanya sepakat untuk pergi ke daerah yang mereka anggap lebih maju dan makmur, yaitu daerah yang disebut Telengka’ Bawotn Tatau.
Keduanya terus berjalan bersama-sama menuju ke tempat tujuan, segala susah senang di jalan mereka atasi bersama-sama. Namun ketika tiba di persimpangan jalan, keduanya menjadi berselisih pendapat. Masing-masing berpendapat bahwa jalan yang dipilihnyalah yang menuju ke Telengka’ Bawotn Tatau.
Keduanya ternyata sama-sama ngotot bahwa jalan yang dipilihnya yang benar. Oleh karena tetap tidak terdapat persusaian pendapat, akhirnya, Aji mengambil jalan ke arah kiri, sedangkan Kilip mengambil jalan ke arah kanan. Ternyatam jalan yang dipilih Kiliplah yang benar. Di ujung jalan itulah terletak Talengka’ Bawotn Tatau.
Di jalan yang benar inilah Kilip akhirnya menemukan hal-hal yang baik, menyenangkan, serta membawa kebahagiaan. Sebaliknya, jalan ke kiri yang dipilih Aji adalah jalan yang salah. Jalan yang dipilihnya menuju ke daerah/tempat dimana ia akan menemukan hal-hal yang buruk, membawa kemalangan, serta kematian bagi manusia.
Di tempat yang baru itu, baik Aji maupun Kilip disambut dengan pesta-pesta besar dan masing-masing di jamu oleh tuan rumah. Aji dan Kilip di tempat yang terpisah juga diberi petunjuk membuat rumah serta mempelajari berbagai macam adat-istiadat, upacara dan kesenian, dengan maksud agar pengetahuan yang mereka perolah itu kelak dapat diterapkan di tempat asalnya setelah pulang nanti.
Akhirnya setelah merasa cukup dalam mempelajari segala sesuatu di tempat yang baru, kedua orang itu pun memutuskan untuk pulang ke kampung halaman. Dalam perjalanan pulang ternyata Aji dan Kilip bertemu lagi di persimpangan jalan, tempat mereka dulu berselisih mengenai arah. Aji dan Kilip kemudian saling bercerita mengenai pengalaman masing-masing, yang ternyata sangat berbeda.
Begitu sampai di kampong halamannya, Tenukung Renayas, Aji dan Kilip masing-masing mendirikan sebuah rumah panjang (luu) sesuai dengan bentuk yang pernah mereka lihat di tempat perantauan. Selanjutnya, dalam kehidupan sehari-hari mereka juga menirukan semua adat-istiadat dan tingkah laku yang mereka ketahui dari hasil peninjauannya ke daerah lain dahulu.
Namun hasilnya, kebiasaan yang diperlihatkan kedua rumah panjang (luu) itu ternyata saling bertolak belakang. Jika pada rumah panjang Kilip selalu dimeriahkan dengan pesta yang penuh kegembiraan seperti yang dipelajarinya dahulu di perantauan, sementara di rumah panjang Aji yang dipertunjukkan adalah upacara-upacara sedih dan kematian seperti yang dipelajarinya dahulu pula.
Pada akhirnya nasib kedua rumah panjang (luu) itu juga bertolak belakang. Jika rumah panjang Kilip selalu diliputi kegembiraan, sebaliknya rumah panjang Aji selalu dirundung kesedihan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar