Nama beliau adalah Datu Mabrur. Benar lho, beliau kala itu sedang bertapa diantara Pulau Kalimantan dan Selat Makassar. Menurut legenda Datu Mabrur bertapa disana adalah untuk memohon kepada Tuhan Sang Pencipta agar diberikan sebuah pulau oleh-Nya, yang nantinya akan dijadikan tempat bermukim bagi anak cucu dan keturunannya kelak.
Dengan kebulatan tekadnya, Datu Mabrur tidak mundur dalam tapanya. Walaupun ketika malam hari cuaca sangat dingin, angin, hujan, embun, dan kabut seakan membekukan tubuhnya. Dan dikala siang terik matahari membakar seluruh tubuhnya yang hanya dibungkus sehelai kain. Tubuh Datu Mabrur kala itu menjadi sangat kurus karena dia tidak pernah makan, kecuali meminum air hujan dan embun yang membasahi bibirnya. Walau demikian tidaklah mundur tekadnya. Seluruh penderitaan itu sirna tatkala membayangkan mendapatkan sebuah pulau bagi anak cucunya kelak, tidak dibawah kekuasaan Pulau Kalimantan ataupun Pulau Sulawesi.
Pada suatu ketika menjelang hari akhir pertapaannya, saat itu kondisi air laut tenang sekali. Tiba-tiba seekor ikan besar muncul dari permukaan laut seakan terbang mengarah padanya. Rupanya ikan itu sengaja menyerang beliau. Menyaksikan itu Datu Mabrur tidak beringsut dari duduk tapanya, namun beliau hanya menepis serangan mendadak itu dengan tatapan matanya. Sungguh ajaib, hanya dengan tatapan matanya ikan itu terpelanting dan jatuh kembali ke air tanpa mampu menyentuh tubuh Datu Mabrur. Serangan ikan ini terjadi berulang kali. Bahkan tiba-tiba muncul ribuan ikan beraneka macam, berbobot besar mengepung beliau dengan memperlihatkan gigi dan tanduk runcingnya berkumpul mengelilingi beliau bagaikan prajurit perang yang sedang mengepung pertahanan musuhnya.
Para ikan ganas yang mengepung Datu Mabrur pada akhirnya benar-benar melakukan serangan beruntun tanpa henti kearah beliau, namun seluruh ikan yang menyerang tersebut jatuh. “Dar.. der dur.. gubrakk byurrr”, persis ketika Datu Mabrur membuka matanya secara tiba-tiba.
Merasakan gerombolan ikan ini tidak akan berhenti menyerangnya, maka Datu Mabrur langsung berkata :
“Hai.. Ikan! Kenapa kalian mengganggu tapaku, ikan apa kalian ini?”, ujar Datu Mabrur.
“Kami ikan todak, dan aku Raja Ikan Todak yang menguasai perairan ini. Tahukah kau, tapamu membuat lautan kami bergelora? Kami terusik! Dan aku memutuskan untuk menyerangmu, tapi kami akui dirimu memang sakti. Hai Datu Mabrur, aku Raja Ikan Todak mulai hari ini mengakui takluk oleh mu”, ujar Raja Ikan Todak menjawab.
“Ehm…jadi itu rakyatmu?”, tanya Datu Mabrur sambil menunjuk ribuan ikan yang mengepung karang tempatnya bertapa.
“Ya, Datu. Tapi, sebelum menyerangmu tadi, kami telah bersepakat. Kalau aku kalah, kami akan menyerah dan mematuhi apa pun perintahmu Datu”, ujar Raja Ikan Todak menjawab dengan nada penuh kebesaran jiwa.
Walau demikian hingga berakhirnya hari pertapaannya, Datu Mabrur belum juga mendapatkan tanda atau wangsit bahwa permohonannya akan dikabulkan. Karena sejauh mata memandang yang tampak hanya laut luas yang membiru, hembusan angin laut yang menderanya. Tidak ada tanda-tanda pulau yang diharapkannya akan hadir dipelupuk matanya.
Disela-sela harinya, Datu Mabrur membantu mengobati Raja Ikan Todak yang terluka akibat pertempuran dengannya kemarin. Raja Ikan Todak menawarkan Datu Mabrur untuk tinggal di istana bawah lautnya yang terbuat dari emas dan permata, serta dilayani oleh dayang-dayang putri duyung yang rupawan. Akan tetapi tawaran menggiurkan itu ditolak dengan hormat oleh Datu Mabrur, sambil menceritakan niatnya bertapa diperairan itu.
Bak gayung bersambut sayap mengepak, maksud dan impian Datu Mabrur justru ditanggapi dengan seriusoleh Raja Ikan Todak dengan menyanggupi akan mengabulkan keinginan dan niat tapa sang Datu.
“Aku takkan berdusta, ini sumpah seorang Raja!”, ujar Raja Ikan Todak bersemangat.
Mendengar hal ini Datu Mabrur tersenyum lembut dengan penuh kasih sayang mengangkat sang Raja Ikan Todak itu dan mengembalikannya ke laut.
“Sa-Ijaan!”, seru Raja Ikan Todak.
“Sa-Ijaan!”, sahut Datu Mabrur.
Sebelum tengah malam sebelum batas waktu pertapaannya berakhir, Datu Mabrur dikejutkan oleh suara gemuruh yang datang dari dasar laut. Ternyata dilihatnya jutaan ikan dari berbagai jenis muncul sembari mendorong daratan baru dari dasar laut dibawahnya. Sambil mendorong, jutaan ikan tadi serentak berteriak “Sa-Ijaan!”, yang artinya seiya sekata/sepakat/satu suara
Melihat hal ini Datu Mabrur tercengang dikarang pertapaannya memandang Raja Ikan Todak benar-benar memenuhi sumpahnya. Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Sang Pencipta, ia menamakannya Pulau Halimun.
Alkisah, Pulau Halimun kemudian disebut Pulau Laut. Sebab pulau ini timbul dari dasar laut dan dikelilingi laut. Sebagai hikmahnya, kata Sa-Ijaan dan Ikan Todak dijadikan slogan dan lambang Pemerintah Kabupaten Kotabaru, Kalimatan Selatan.
Nah adik-adik yang caem dan manis-manis, ada beberapa hal yang patut kita tiru dari legenda ini. Mau tahukan, ini nih :
Pertama. Jika kalian punya impian, maka bulatkan tekad untuk mencapai impianmu. Walaupun dalam perjalanan mencapai mimpi itu tidaklah mudah karena banyak sekali tantangannya, tetapi kalian harus tetap kokoh menjalaninya agar impian kalian tercapai.
Kedua. Sebagai seorang manusia kalian semua bakalan jadi pemimpin lho adik-adik. Jadi apapun yang dilakukan oleh seorang pemimpin adalah untuk masa depan yang terbaik bagi anak cucunya kelak. Dan seorang pemimpin yang penuh ketulusan, tidak akan tergoyahkan dalam mencapai tujuannya. Walaupun digoda dengan emas, permata, kekuasaan dan wanita yang ditawarkan sebagai pengganti mimpinya.
Ketiga. Jika nanti dalam perjalanan hidupmu menemukan sebuah tantangan antara kalah dan menang, maka bersikaplah gagah dan berjiwa besar. Contohnya ketika Raja Todak kalah dalam pertempuran melawan Datu Mabrur, sang raja tidak malu lho mengakui kalah oleh sang Datu walaupun dihadapan rakyatnya sendiri.
Keempat. Yakinkan dalam hati kalian adik-adik bahwa ketulusan, persahabatan serta kesetiaan dalam menjaga janji dan sumpah sangat besar nilainya. Baik bagi sang Datu yang tulus merawat luka musuhnya maupun kebesaran hari Raja Todak yang membantu sahabatnya mencapai impian, mengikat hubungan mereka menjadi sebuah legenda sepanjang masa yang diingat dan diukir oleh anak cucu Datu Mabrur sebagai penghargaan tinggi bagi Raja Todak dan kerajaannya.
Baiklah adik-adik, Kakak Gori rasa cukup dulu dongeng kali ini (jadi ingat waktu kecil dulu hehehe, jadi ingat kampung) semoga adik-adik terilhami ya! Dan ini merupakan salah satu bentuk kita mencintai ragam budaya serta khasanah cipta karsa nusantara yang wajib sama-sama kita cintai. Ingat lho ini untuk anak dan cucu kalian nanti adik-adik.